“Sementara bernalar terjadi di dalam otak, ia terjadi pula dalam akalbudi. Akalbudi merupakan dunia batin kita, di mana kita mengalami pergolakan pikiran dan emosi, di mana kita memahami, mempercayai, dan mengenang, dan di mana kita membentuk citra tentang dunia luar.” Bab 13 dari buku Batas Nalar karya seorang neurolog Donald B. Calne ini sengaja dikutip untuk membuka kerepotan kita mendalami tentang pikiran dan nalar. Ada sebuah kisah tentang petani Jawa yang menanam bawang merah di wilayah pesisir pantai. Suatu hari ia berjumpa lagi dengan teman masa kecilnya. Temannya adalah petani nanas di wilayah Lampung sejak program transmigrasi puluhan tahun silam. Melihat sahabat kecilnya ini sukses menjadi petani bawang merah, ia pun berinisitif melihat lahan pertaniannya. Pengalamannya bertani di Lampung membuatnya terpikir tentang gajah-gajah yang kadang melintas dan merusak perkebunan. Ia pun berandai-andai dan mengajukan pertanyaan, “Seandainya di sini ada Gajah melintas dan merusak tan
Pribadi luhur terhormat di desa-desa umumnya mulai dari mbah kaum, guru, pejabat desa, baru diikuti wong sugih. Kebiasaan yang berangsur-angsur tergilas roda zaman kemudian terbalik 180 0 sebab stratanya sudah berdasarkan kelas ekonomi. Kalau belum ikut-ikutan jadi crazy rich belum akan dianggap. Persoalan ada definisi berbeda khususnya di Jawa dengan istilah sugih tanpa banda itu hal lain yang mungkin sudah tidak dibutuhkan oleh logika modern saat ini. Seperti halnya narima ing pandum yang bagi kalangan melenial tidak relevan dengan kebutuhan sandang, pangan, dan status WA-nya. Bahkan besok pagi ketika melek dan membuka hp cara berpikirnya seketika berubah karena yang sedang viral berbeda dengan tadi malam. Mbah Kaum dan Guru yang notabene adalah sosok penting dalam sebuah peradaban manusia dianggapnya tak lebih hebat dari browser-browser di ponsel pintar mereka. Mbah Google adalah guru yang setiap saat tekun mencari apa yang ingin kita temukan jawabannya dengan penelusuran kec