Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2015

Malu Sama Kucing

Kata seorang psikolog asal California Syekh Freger, peliharalah hewan untuk belajar mencintai. Ini bukan dalam artian menyamakan manusia dengan hewan tetapi berproses menuju belajar mencintai. Dimana kita melayani hewan kita tanpa mengharap balas jasa dari hewan peliharaan. Disitulah inti gambaran sebuah cinta melayani semua dengan tulus. Kami di rumah kebetulan mempunyai 2 ekor kucing berjenis persia dan himalaya. Keluarga kami memang senang dengan kucing, sampai-sampai kucing peliharaan ini dianggap sebagai anggota keluarga tambahan. Ada cerita belum lama ini tentang kelakuan kucing kami. Setiap hari ada waktu minimal 4-5 jam kucing dikeluarkan dari kandangnya. Saat dikeluarkan itu salah satu kucing sebut saja si item memanjat pagar depan rumah setinggi  1,2 m. Tak berapa lama sampai di pagar tetangga yang lebih tinggi dan terus naik sampai akhirnya lepas dari pandangan saya. Sore hari waktunya memberi makan tetapi si item belum juga kembali dan setelah saya cari ada di atas gen

Belajar Dari Gelas

Belajar saat ini bukan berusaha mencari masalah tetapi malah kadang takut menghadapi masalah. Sehingga belajar hasilnya bukan menyelesaikan persoalan hanya menghindar dari permasalahan bahkan muncul permasalahan baru. Kira-kira seperti itu gambaran umumnya tentang belajar akhir-akhir ini. Keadaan ini tak lain akibat sudut pandang belajar yang menyempit yaitu terbatas belajar adalah sekolah. Padahal belajar itu semenjak lahir hingga mati karena belajar yang sesungguhnya melibatkan pikiran, perasaan, dan perbuatan selama hidup. Adanya belajar yang berpandangan hanya ruang sekolah akibatnya terfokus pada kemampuan menguasai ilmu-ilmu yang sudah cendurung terpisah-pisahkan. Selain itu para pelaku belajar akhirnya menjadi objek bulan-bulanan untuk menampung ini dan itu dengan terpaksa. Belajar tak ubahnya memindahkan pengetahuan saja yang bersifat hafalan dan dengar. Tidak terjadi sistem dialog sehingga ada anggapan guru segalanya dan murid kosong belaka. Anak yang belajar pun terbiasa

Kantornya Hati Nurani

Berbicara soal kantor ada cerita unik. Ibu saya setiap pulang kerja sering mengajak ngobrol tentang perusahaan tempat beliau bekerja sampai saat ini. Ibu saya ini tergolong karyawan baru, setelah sekian lama menggeluti dunia wiraswasta akhirnya malah bekerja di perusahaan. Di kantor tempat ibu saya bekerja sedang ada perubahan bentuk dari perusahan ke perseroan. Perubahan itu ternyata menimbulkan beberapa permasalahan di kalangan karyawan. Mungkin semacam terkejut dengan sistem baru yang tidak biasa. Perubahan yang terjadi ini karena terbentur aturan bahwa perusahaan dengan kriteria tertentu dan aset yang dimiliki harus bertrnasformasi menjadi sebuah perseroan. Dengan perseroan maka dikenalah ada direksi bukan lagi perusahaan yang urusan perkantorannya dipegang sendiri oleh si owner. Ibu saya menceritakan permasalahan-permasalahan yang dihadapi karyawan seperti aturan kontrak kerja dan berbagai atribut lainnya. Misalnya saat dipegang langsung oleh pemilik pengelolaan lebih bersifa