Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

Masih Geladi Bersih

Geladi itu sesungguhnya upaya untuk menonjolkan betapa lemahnya perwujudan ide-ide, konsep, dan gagasan. Geladi berusaha mewujudkan kejadian yang akan terjadi di dalam relasi peristiwa dan pelakunya. Istilah yang menjadi lebih serius dan formal ketimbang disebut sebagai bentuk berlatih. Sisi kepantasan diutamakan, tidak sembarang tindakan ada geladinya. Ada upacara-upacara besar, kegiatan penting, peringatan hageng, dan prosesi sakral. Walaupun dari kacamata yang luas geladi dialami setiap proses kehidupan. Tapi tidak usah dipertanyakan manusia pertama di bumi melakukan geladi apa, itu terlampau jauh. Cukup berterimakasih saja informasi geladi yang lalu itu masih kita terima dan praktikan sampai hari ini. Tugas geladi adalah membangun ketertiban sehingga pada waktu tindakan diambil bisa bekerja dengan sebaik-baiknya sesuai koridor yang ditetapkan. Bolehlah kiranya disebut sebagai mitos stimulus yang melahirkan kemantapan walaupun masih jauh kalau diposisikan sebagai tolak ukur dari

Sewajarnya Manusia Tanpa Embel-Embel

Kalau seandainya harus memberi rapor kepada orang lain, ada syarat-syarat yang semestinya kita penuhi terlebih dahulu. Misalnya, sudah pantaskah, sudah mampukah, dan sejauh mana pencapaian kita. Apakah lebih baik dari objek yang akan kita beri evaluasi? Sebenarnya hal terkait mengevaluasi  orang lain ini jika dibicarakan di lingkup subjektivitas pribadi ketemu kesimpulan bahwa saling menehi rapor itu tindakan kurang bijak. Sebab kita ini posisinya belum jelas, masih berproses, kebenaran yang kita anggap berkemungkinan salah dan kesalahan orang lain bisa jadi berkemungkinan benar. Kebenaran yang benar benar dan pener itu tidak mudah ditemukan kalau hanya sebatas elmu-elmu jarene . Tetapi jika sudah terlanjur sering ngrapori dan kadang dirapori jangan dibuat sakit hati, siapa tahu memang benar-benar peringatan “tompo rapot”. Tompo rapot itu seharusnya bisa bermakna pujian prestasi agar eling tidak keblinger atau peringatan keras saking tidak menyadari kesalahan yang diperbuat. Ning da

Fenomena : Ora Internetan Ora Slamet

Internet yang dimaksud di sini adalah segala fasilitas terkait data base gaib tetapi begitu nyata kita akses sehari-hari. Siapa yang tidak tergiur dengan rayuan sosok internet, menawarkan kecepatan bahkan kepraktisan akal dan budhi. Ahlul searching wal googling… Mending tidak makan asalkan bisa beli paket data. Kalau ada yang sungguhan sampai berpikir seperti itu pasti level prihatinnya sudah sangat tinggi. Kebutuhan fisiknya tidak terasa sudah beralih pada ketergantungan terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan internet dan perangkatnya. Lebih-lebih jika sudah merasuk ke kebutuhan ruhaninya, bisa terjadi peristiwa jika tidak internetan sekian waktu saja rasanya limbung, gundah, galau, dan merasa terasingkan. Kebutuhan dasar yang kaitanya sandang, pangan, dan papan ditekan habis-habisan. Ora ganti klambi telung dino ga masalah yang penting nginternet , ora madang sehari ga masalah sing penting paketan, dan ora ngerti panggone neng endi sing penting hape-hapenan . Manusia int

Ziarah Kepada Turah

Anggaplah Mei ini bulan spesial untuk penggemar film, lebih-lebih untuk penonton amatiran seperti saya. Sebut saja deretan screening film pekan ini yang singgah di Jogjakarta, dimulai dari Europe On Screen 2017 , Kineidoscope 2017 , ada juga Seminar tentang Film Bisu Setan Jawa. Apalagi hadirnya Ziarah di layar theater , kesemuanya jadi sarana belajar sinema yang berkualitas. Ziarah dan Turah, dua film ini terlewatkan alias tidak sempat saya tonton saat JAFF 2016. Untungnya ada kesempatan memenuhi target watch list ini. Film-film pada gelaran Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2016 memang sukses menyedot perhatian, buktinya di tahun ini juga  silih berganti mengisi layar lebar dan mendapat apresiasi tinggi. Mulai dari Salawaku, Moamar Emka’s Jakarta Undercover , Istirahatlah Kata-Kata, kemudian disusul Ziarah, dan saya masih sangat menanti Prenjak hadir. Layar lebar memang bukan indikator bagus tidaknya sebuah karya tetapi setidaknya melalui media ini ada edukasi kepada khalayak pec

Perlunya Meninjau Ulang Kualitas Riset Pendidikan

Riset pendidikan di zaman ini membutuhkan gudang instrumen yang lebih besar untuk dapat berperan membenahi masalah pendidikan. Sebagai pendidik maupun yang berkompeten di bidang pendidikan arahnya sudah tidak lagi sebatas melakukan penelitian bertajuk eksperimen dan survey. Permasalahan pendidikan yang kompleks menuntut praktisi maupun akademisi untuk bisa mengkombinasikan berbagai pendekatan guna menemukan formulasi terbaik sebagai solusi. Perguruan tinggi yang diasosiasikan sebagai kamar besar intelektual sudah bukan menjadi rahasia sebagai pelopor riset. Semangat Tri Dharma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat memang harus senantiasa dijadikan pedoman. Sorotan kali ini ditujukan untuk hal-hal berkiatan riset. Penggabungan kementrian riset dan pendidikan tinggi seharusnya bisa semakin meningkatkan fokus dalam mengembangkan penelitian. Program terbaru yang juga hadir di era pemerintahan Presiden Jokowi ini adalah peningkatan subsidi guna pembiaya

Pekik Semu Kaum Buruh

Sebaiknya kita tidak lagi memandang sarekat buruh dan rentetan aksinya sebagai alat perjuangan kaum buruh. Setiap tanggal 1 Mei ( May Day ) diperingati sebagai International Workers’ Day dengan berbagai aksi pengerahan massa di berbagai tempat termasuk di Indonesia. Tuntutannya pun hampir sama yaitu mengenai perbaikan nasib buruh yang dari waktu ke waktu mengindikasikan bahwa sebenarnya tidak ada perhatian serius terhadap kesejahteraan mereka. Kepastian juga terkesan tidak didapatkan dari kelompok-kelompok yang mengatasnamakan arus bawah dalam dunia industri ini. Pertentangan pokok antara modal dan buruh yang pernah digambarkan oleh Ibnu Parna (1951) dalam catatan Menara Buruh memang benar adanya. Para pemilik modal menghendaki nilai lebih sementara kasta buruh dengan kemelaratan mencoba mengadu nasibnya melalui tuntutan mereka. Kalau yang terjadi hingga saat ini memang masih dalam lingkup permasalahan itu-itu saja maka sudah selayaknya menyelidiki peran negara selama ini. Sudahkah