Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2014

Seni Tidak Boleh Jadi Alasan

Media informasi dan telekomunikasi tidak bisa dipungkiri menjadi rekan keseharian masyarakat saat ini. Dimanapun berada dalam waktu yang tidak terbatas media informasi dan telekomunikasi ini menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat. Media berupa cetak maupun elektronik sudah menjadi bagian kebutuhan dasar hajat hidup orang banyak. Media selalu menyediakan berbagai macam hal yang melayani, mengabarkan, dan menghibur dengan praktis. Konten yang disediakan juga beragam bahkan tiap detik selalu ada saja berbagai pembaharuan. Up to date istilah ini sering digunakan untuk hal-hal baru yang wajib diketahui. Berbicara media di Indonesia semuanya memiliki tempat di hati penggemarnya masing-masing baik cetak maupun elektronik. Semua ada manfaatnya dan ada pula sisi negatif yang hadir. Kemudahan akses dari berbagai penjuru dunia, dari kalangan petinggi, pesohor, maupun kalangan biasa dapat didapatkan dengan mudah. Keadaan era globalisasi yang tanpa skat pembatas antar bangsa ini semakin mem

Guru Bukan Menggurui

“Murid gurune pribadi, guru muride pribadi, pamulangane sengsarane sesami, ganjarane ayu lan arume sesami” Ungkapan dengan basa jawa di awal tulisan ini apabila diartikan yaitu murid gurunya pribadi, guru muridnya pribadi, tempat belajarnya penderitaan sesama, hadiahnya kebaikan dan keharuman sesama. Apabila diambil maknanya ungkapan murid gurune pribadi, guru muride pribadi bahwasanya di dalam setiap diri manusia terdapat potensi guru dan murid. Di dalam diri manusia terdapat jiwa guru sejati, sekaligus murid dari sang guru sejati. Tempat belajarnya penderitaan bersama berarti realita dalam kehidupan yang dijalani setiap manusia. Belajar dari kehidupan itu sendiri, yaitu apabila seseorang menjalani kehidupan ini secara ikhlas dan tawakal dengan cermat, jujur, terbuka, bijaksana, dan tidak putus asa. Hingga seseorang itu benar-benar berilmu dan menemukan hikmah kehidupan, dia akan memperoleh semacam ganjaran. Ganjaran ayu lan arume sesami , berarti orang berilmu itu punya k

MENGERTI INDONESIA

Semangat patriotisme, jiwa nasionalisme, bela tanah air, tanah tumpah darahku Indonesia! Jargon-jargon populer ini selalu menggema. Ketika diteriakkan seolah jiwa raga ini demi cinta kepada Indonesia. Tetapi apakah kita pernah bertanya, “Apa itu Indonesia? Darimana nama itu berasal? Mengapa harus Indonesia?” Bagi saya Indonesia sangatlah bermakna, ada tujuan ketika nama ini dipilih oleh pendiri bangsa. Kita sebagai Bangsa Indonesia seharusnya mengerti maknanya. Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki sejarah yang panjang untuk diuraikan. Nama Indonesia pun menjadi bagian perjalanan sejarah negara bangsa ini. Menengok masa kejayaan Majapahit ingatan tertuju pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada dengan sumpah Palapanya untuk mempersatukan nusantara. Nah, nusantara kata yang juga sering digunakan untuk menggambarkan negeri dengan gugusan pulau dan laut luas yang membentang dari sabang sampai merauke. Nusantara pada masa kejayaan Majapahit ini memiliki w

Baratayudha Dan Hakikat Hidup

Kisah Baratayudha mungkin tidak asing ditelinga kita namun adakah pelajaran yang kiranya dapat kita ambil dari peristiwa yang melegenda tersebut. Mahakarya itu begitu luar biasa dan pakem-pakem ceritanya ada dalam pementasan wayang kulit. Baratayudha tidak saja diyakini sebagai perang antara kebajikan melawan kemunkaran. Pandawa dari keluarga Pandu perlambang kebajikan dan Kurawa sebagi perlambang kejahatan di muka bumi. Intisari cerita juga penuh gambaran makna bahwa sejatinya perang saling membunuh dan membenci hanyalah mencelakai saudara sendiri sesama makhluk ciptaan-Nya. Pada akhirnya kebajikan pun yang akhirnya menuai kemenangan sejati, yaitu kemenangan bukan untuk menindas maupun menghina tetapi kemenangan yang benar-benar menyadarkan untuk selalu berani dalam berbuat kebaikan. Perang Baratayuda juga mencerminkan ketetapan nasib dan kodrat sudah ditentukan sedari masa lalu, baik yang secara eksplisit ditorehkan dalam kitab Jitabsara maupun yang secara implisit hanya akan di

Konsep 3B Pemberantasan Korupsi

Konsep 3B sebenarnya sebuah pemikiran yang pernah diungkapkan oleh Raja Kasultanan Yogyakarta yaitu Sultan HB II. Beliau mencetuskan konsep ini ketika masa kasultanan dahulu yang sedang dilanda krisis kepemimpinan akibat mulai masuknya pengaruh kolonialisme. Sehingga untuk menjadi pemimpin yang baik memperjuangkan keadilan harus berani menanggung akibat seperti 3B yaitu, bui, buang, dan bunuh. Namun dari konsep tersebut kita sebenarnya bisa belajar dalam menghadapi permasalah baru yang sedang menggerogoti negara bangsa ini. Korupsi, sebuah istilah yang sudah menjadi bahan perbincangan setiap hari di kalangan masyarakat. Selain maraknya kasus korupsi di berbagai elemen khususnya terjadi di elite-elite pemeintahan kita, kasus korupsi ini juga belum menemukan penanganan tepat. Lembaga yudikatif yang ada sampai dibentuknya komisi khusus seperti KPK ternyata belum bisa menghasilkan efek jera dari sisi hukumannya. Terkadang muncul anggapan bahwa korupsi ini semacam karakter seseorang ya

Sejarahmu Kini

Agenda mendesak bangsa istilah yang sering digunakan apabila menemui suatu keadaan yang akan menimbulkan permasalahan. Dapat pula dilakukan ketika kekacuan itu terjadi dan tidak kunjung menemukan solusi terbaik, maka semua terfokus dengan agenda mendesak bangsa. Negara Kesatuan Republik Indonesia tempat kita bernaung saat ini sesungguhnya disadari atau tidak sedang mengalami masa “chaos” . Bagaimana tidak ketika melihat pada ketimpangan yang sedang melanda negara bangsa ini sudah mendekati titik omega . Dapat dikatakan omega sebagai lambang akhir dalam abjad Yunani berarti sama halnya pada titik nadir. Ketimpangan kelas sosial misalnya sisi kesejahteraan bisa kita rasakan saat ini. Bukan untuk menuntut kesetaraan total akan tetapi seharusnya tidak terjadi keadaan yang “njomplang” tidak karuan. Bukan saja dari kesejahteraan, tujuan negara yang terangkum dalam preambule UUD 1945 salah satunya mencerdaskan kehidupan bangsa. Apakah sudah mencerminkan bangsa cerdas? Benarkah bahwa ukur