Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2014

Membaca Ulang Kejawen

Masyarakat Jawa sudah sejak lama memiliki suatu ciri budaya yang khas yaitu Kejawen. Kejawen dikatakan sebagai ajaran, ilmu, paham, maupun agama. Namun, nasib ajaran kejawen saat ini cenderung mulai tersingkirkan dan dianggap ilmu yang tidak sesuai lagi karena penuh mitos dan mistis. Sekiranya pemahaman seperti itu perlu kita luruskan dan kita buka kembali sejaranya. Kalau melihat beberapa ajaran yang pernah berkembang di Jawa bisa kita rangkum menjadi 3 periode. Pertama , masa sebelum masuknya agama Hindu dan Buddha yaitu semacam bentuk animisme dan dinamisme kepercayaan terhadaproh-roh dan danyang. Namun, banyak yang berpendapat bahwa bangsa Jawa di kala itu sudah memiliki kepercayaan yang di luar animisme dan dinamisme. Terlihat dijumpai pada bentuk piranti upacara nasi tumpeng, pundhen berundak dan candi. Bahkan ilmu pengetahuan tentang perhitungan waktu, windu, wuku, dan neptu dina. Kalau berdasarkan beberapa sumber misalnya Babad Tanah Jawi diperkirakan masa kepercayaan Jawa

Generasi Muda Digital Pewaris Bumiputra

Orang-orang yang lahir di akhir abad ke-19 dapat dikatakan sebagai generasi digital. Saat beranjak dewasa peradaban manusia sedang mengalami tumbuh pesatnya teknologi terutama dalam hal informasi dan komunikasi. Teknologi informasi dan komunikasi sendiri bukanlah ancaman melainkan rekan sebuah kemajuan. Seperti bumiputra di masa lalu kolonialisme adalah ancaman ketika revolusi fisik masih berlangsung, maka tiba waktunya kolonialisme kita jadikan teman untuk ditaklukan dengan revolusi ide-ide kebangsaan. Generasi muda saat ini  memang berdampingan dengan teknologi dengan segala resiko dan permasalahannya. Di lain pihak sudah banyak pula generasi muda menaklukan teknologi untuk memaksimalkan potensi dirinya. Menjadi pertanyaan, apa yang bisa dilakukan untuk menaklukan teknologi itu? Bukan malah menjadi bulan-bulanan konsumerisme teknologi tanpa manfaat. Generasi muda punya empat kekuatan utama yaitu fisik, pikiran, hati, dan daya juang. Generasi muda Indonesia akan menjadi utama ketik

Sumpah Berujung Serapah

Sumpah adalah kata-kata, janji, komitmen yang telah diucapkan seseorang disertai dengan sesuatu yang menguatkan sumpahnya tersebut. Seseorang biasanya bersumpah ketika akan terikat dengan apa yang akan diembannya. Seperti sumpah jabatan, kontrak, perkawinan, saksi peradilan, dan lain sebagainya. Kita sering kali menyaksikan di televisi maupun secara langsung para pejabat melakukan sumpah jabatan. Berbicara mengenai sumpah jabatan yaitu sumpah yang sejatinya memiliki keterikatan yang sangat kompleks. Keterikatan janjinya pada Tuhan, komitmen dirinya, orang-orang yang mempercayainya, dan hukum yang berlaku. Orang yang mengucapkan sumpah pastilah penuh kesadaran dan bukan sekedar ucapan yang terlontar dari mulut. Apabila kita membahas lebih mendalam mengenai sumpah jabatan maka banyak kejanggalan kita temukan. Pelantikan jabatan strategis pemerintahan baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif disertai dengan sumpah dibawah keyakinan yang dianutnya. Tetapi, akhirnya banyak kita temui

Beringin Kurung Memang Pertanda

Kabar terbakarnya beringin kurung di alun-alun kidul Jogjakarta sontak mengejutkan warga. Beberapa media turut serta mengabarkan kejadian yang dua hari belakangan menjadi fenomena tersendiri. Berbagai spekulasi dan anggapan juga muncul dari warga masyarakat  Jogja. Salah satu beringin yang terbakar tersebut ada yang menyatakan sengaja dibakar oleh seseorang, yaitu seseorang melempar putung rokok. Memang belum ada yang bisa menjelaskan dengan pasti bagaimana kejadiannya. Ada juga yang menyatakan bahwa pohon beringin memang terbakar secara tiba-tiba. Kejadian yang cukup menggemparkan ini kemudian oleh warga sekitar yang memang sudah paham betul keberadaan pohon beringin kembar di tengah alun-alun selatan ini dihubungkan dengan sebuah sinyal pertanda. Bahwa ketika beringin keraton yang ada di alun-alun utara maupun selatan menunjukan kejadian tertentu biasanya diikuti kejadian besar. Kejadian besar tersebut bisa di dalam lingkup keraton sendiri ataupun nasional. Menurut budayawan Pur