Langsung ke konten utama

Pesan Dari Sabana

Deru suara kendaraan bermotor berlalu lalang melintasi jalan di depan kami duduk. Sesekali melintas suara yang terdengar dinamis dari hentakan kaki kuda “andhong” dan bunyi bel becak yang sedang melaju cepat membawa penumpang. Ya, inilah gambaran pemandangan yang selalu kami jumpai ketika duduk santai sembari menikmati hidangan angkringan saat jam istirahat di jeda waktu kuliah. Suasana siang memang riuh di depan kampus kami karena letaknya yang bersebelahan langsung dengan gedung-gedung pemerintahan dan berbagai sarana umum kota Jogja.  Perkenalkan kami sekelompok mahasiswa dari salah satu komunitas perguruan tinggi di Yogyakarta. Berdasarkan jurusan katanya bakal jadi calon guru, tetapi takdir Tuhan tidak ada yang tahu kan? Seandainya memang jadi guru semoga kami benar-benar menjadi guru yang menginspirasi murid-murid kami kelak. Amin...
Kami memang memiliki tempat favorit saat mengisi waktu luang jam istirahat yaitu angkringan  (sudah tutup). Mungkin terlihat kurang akademis mahasiswa yang notabene calon guru menghabiskan waktu di angkringan sekedar duduk nongkrong dan berbincang sana-sini. Apalagi melihat statusnya yang sekarang sebagian sudah menyandang status mahasiswa tingkat akhir. Seharusnya dan sepantasnya perpustakaan menjadi tujuan utama untuk menambah referensi tugas akhir. Ya memang idealnya seperti itu tetapi bukankah orang memiliki kesenangan dan pilihannya masing-masing. Kita harus menghormati pilihan orang dan tidak perlu untuk menilai negatif apapun yang dilakukan orang lain. Cari sisi baiknya maka kita juga tidak akan terbebani dengan urusan orang lain tersebut, belum tentu orang yang sekedar nongkrong lebih sempit wawasannya dibanding yang nongkrong di perpustakaan. Trus capek juga kan ngurusi jeleknya orang, mending ngurus diri sendiri biar gak ada kesan jelek, jahat atau stigma negatif lainnya J. Begitulah inti obrolan kami siang itu , maklum keadaan mahasiswa yang berbeda ini sering mendapat cemooh dan umpatan tetapi itu tidak mempengaruhi kebahagiaan kami menikmati dan mensykuri nikmat Tuhan.
Berbicara keinginan melihat pendidikan yang sedang kami tempuh memang sangat kontras dengan kegiatan-kegiatan yang biasa kami lakukan. Dilihat dari hobi saja sudah unik, salah  satunya sering kita kenal dengan pecinta alam. Calon guru dan pecinta alam kelihatanya sedikit tidak nyambung dan bisa dikatakan tidak sesuai kebutuhan tetapi bukan berarti guru harus berkegiatan yang belajar dan ngajar saja. Pendidikan kalau menurut teori yang pernah kami dapat itu mencakup hal yang luas dan pendidikan bisa dilakukan dimanapun kita berada sampai sepanjang hayat. Wawasan guru supaya bisa menyesuaikan perkembangan zaman haruslah berani mencoba hal-hal baru tidak sekedar memindahkan teks buku ke pikiran siswa tetapi membicarakan kontekstual di sekitar kita kepada siswa. Jadi pecinta alam juga hal yang sangat mendidik, untuk mengenal alam Indonesia yang luas ini tidak cukup hanya dengan membaca dan membayangkan. Kita harus mengenal langsung wilayah-wilayah, setidaknya lingkup yang berada di lingkungan sekitar kita.
Kami yang mengaku mahasiswa pecinta alam imi mendirikan komunitas kadupala singkatan dari “kampus dua pecinta alam” dengan anggota aktifnya ada sekitar 25 mahasiswa. Dari 25 mahasiswa tersebut bisa kami katakan orang berpikiran yang sangat radikal dan pikiran-pikiran tersebut muncul ketika kita sedang menikmati alam.  Semuanya pribadi yang punya wawasan luas, tidak ada perasaan kebencian akan apapun karena kami berprinsip memikirkan segala sesuatu dengan positif. Sore itu kami masih berada di kampus untuk menyelesaikan beberapa urusan dan tugas. Sebagai agenda rutin kadupala, di akhir pekan kami merencanakan camping untuk sekedar mencari hiburan. Sore itu kami putuskan bahwa esok harinya Jumat untuk camping di Selo, Boyolali daerah yang diapit diantara Gn. Merapi dan Merbabu.
Jumat 29 November 2013-12-09
Sore hari menjelang petang kami bersebelas bersiap melalui perjalanan 72 km menuju lokasi menggunakan sepeda motor. Sekitar pukul 17.30 kami berangkat dari kampus menyusuri jalan magelang dan berhenti sejenak di daerah muntilan untuk shalat maghrib dan makan malam. Kemudian kami lanjutkan perjalanan menyusuri jalur tanjakan menuju ketep pass. Setelah kurang lebih 2 jam kami mulai merasakan hawa dingin yang cukup menusuk, dan inilah kawasan wisata selo. Ketika berwudhu saat akan ibadah isya air terasa sangat dingin, untung salah satu dari kami ada yang membawa wedang jahe. Tiga gelas wedang jahe itu kami nikmati bersama-sama tanpa adarasa canggung satu dengan yang lain.
Waktu menunjukkan pukul 22.00 wib perjalanan dengan sepeda motor kami lanjutkan menuju base camp pendakian gunung merbabu. Setelah mengurus administrasi dan mempersiapkan segala perbekalan di jalan kami menuju gerbang pendakian. Doa kami panjatkan malam itu agar diberikan keselamatan ketika pendakian dan segala kegiatan selama di gunung merbabu. Hawa dingin lebatnya hutan yang gelap dengan suara-suara hewan cukup memberikan perasaan yang sedikit kurang nyaman. Tetapi itu semua sirna ketika mulai terlihat hamparan lampu-lampu berkelip terlihat di sebelah selatan dan timur kami berdiri. Kota klaten dan boyolali sangat gemerlap malam itu dan langit pun cerah dengan bertabur bintang terlihat bulan sabit nampak agak condong di sisi timur.
Cerita, canda, dan tawa mengiringi perjalanan pendakian kami yang bagi beberapa anggota adalah pengalaman pertama.
Setelah kurang lebih satu jm perjalanan melewati jalur di tengah hutan dan semak-semak kami beristirahat sejenak untuk memastikan lokasi camp yang akan digunakan. Pada awalnya memang kami merencanakan tidak akan naik terlalu jauh karena memang perbekalan yang minim. Akan tetapi malam itu kami putuskan untuk naik ke sabana 1 di atas pos 2 gunung merbabu. Perbukitan kami jelajahi, jalanan beberapa terjal naik dan turun dengan tangga-tangga alami dari tanah. Udara terasa semakin dingin dan perjalanan setelah melewati pos 1 ini cukup menguras energi. Sehingga kami putusakan untuk berhenti sejenak dan menikmati perbekalan. Peralatan memasak segera kami persiapakan, di sebuah bukit diantara beberapa pohon besar kami menikmati hidangan ala pecinta alam malam itu.
Waktu menunjukkan pukul 00.50 wib dan perjalanan menuju pos 2 masih cukup lama. Memang walaupun sebenarnya medan pendakian ini tidak terlalu sulit tetapi jika tidak dipersiapkan dengan baik fisik juga akan terasa sangat lelah. Apalagi sebeleum pendakian ini kami belum sempat mempersiapkan dengan baik karena banyaknya aktivitas. Dengan mengerahkan energi yang tersisa dan lantunan semangat yang terus kami teriakkan sepanjang jalan, kami terus menyusuri rute yang seakan tak berujung tersebut. Sesekali lagu tanah air kami nyanyikan untuk mensyukuri indahnya tanah air Indonesia. Tepat pukul 2.00 wib akhirnya kami sampai di pos 2 pendakian.
Tenda dome segera kami dirikan untuk mengistirahatkan badan dan mengurangi hawa dingin. Di pos 2 ini angin bertiup cukup kencang sehingga hawa dingin semakin menjadi. 2 dome kami dirikan 1 dome untuk wanita dan perbekalan dan 1 dome untuk laki-laki. Baru sekejap rasanya mata ini terpejam dua teman kami membuat kami semua terbangun. Pagi telah hadir di pos 2 merbabu waktu menujukkan waktu shubuh, tetapi matahari sudah mulai mengintip di ufuk timur. Suasana sunrise pagi itu sangat luar biasa dan kita melihat hamparan awan seolah-olah akan menghampiri. Luar biasa dan istimewa mungkin kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan keindahan ciptaan Tuhan ini. Perjuangan yang cukup melelahkan terbayar lunas pagi itu.
Kegiatan pagi kami isi dengan menyiapkan makanan untuk makan pagi. Secangkir kopi dan beberapa potong roti menemani pagi sembari menyaksikan matahari naik. Beberapa dari kami ada yang membuat perapaian untuk menghangatkan badan. Matahari memang sudah nampak tetapi hawa dingin pagi itu masih sangat terasa. Pukul 07.00 wib beberapa dari kami memutuskan untuk naik ke sabana 1 sementara teman yang lain menunggu di lokasi camp.
Kami berdelapan naik menuju sabana 1 dan tak lupa membawa beberapa kamera untuk mengabadikan moment terbaik pagi itu. Pecinta alam memang selalu mengenal “jangan mengambil apapun selain gambar, dan jangan meninggalkan apapun selain jejak”. Dan luar biasa saban 1 menyuguhkan puncak merapi di sisi selatan dan salah satu puncak triangulasi merbabu di utara. Hamparan padang rumput dan beberapa edelweis tumbuh diantara rumput yang rimbun. Awan tipis terlihat bergerak melewati gunung di sekitar kami yang semakin membuat sabana terasa menawan. Dan setelah puas menikmati keindahan dan mengambil beberpa engle dan spot-spot menarik kami memutuskan untuk berkemas dan kembali turun.

Mungkin itu gambaran singkat perjalanan kami ketika pendakian. Pesan dari sabana mengisyaratkan dalam hidup ini kita harus selalu berjuang untuk mencapai puncak impian. Hal yang menjadi angan dengan usaha yang keras, kemauan kuat, dan kepasrahan doa akan kita rengkuh pada waktunya. Ketika sudah ada dipuncak kita akan menikmati dan tengoklah kebawah bahwa perjalanan dan perjuangan patut kita syukuri, dan kembalilah ke bawah untuk berbagi menyempurnakan puncak kesuksesanmu. Sekian, salam kadupala untuk pengajar bangsa! (anggar kadupala)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngelmu dan Ilmu

Ngelmu dan ilmu dalam sudut pandang masyarakat jawa memiliki perbedaan yang mendasar. Walaupun dalam keseharian kita memahami keduanya menujuk pada makna yang sama. Ngelmu terkadang dipandang sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan ilmu. Barangkali belum banyak yang memahami mengenai istilah ngelmu atau malah salah paham dengan istilah tersebut. Beberapa pendapat ahli juga menyatakan ngelmu adalah hasil gubahan pengaruh Bahasa Arab yang sama bermakna ilmu karena di Jawa sebelumnya menggunakan istilah kawruh . Hal ini berkaitan dengan tata bahasa jawa baru tetapi ngelmu dan ilmu akan saya coba kupas denga sudut pandang jawa yang lain. Sekitar satu tahun yang lalu teman kuliah sekaligus rekan diskusi saya pernah bercerita hal yang tidak biasa. Namanya Sarwono. Semenjak saya mengenalnya memang orang yang nuwani dalam bertutur dan bertingkah laku. Suatu malam saat kami ngopi bersama sambil diskusi ia menanyakan tentang permasalahan pendidikan yang

Baratayudha Dan Hakikat Hidup

Kisah Baratayudha mungkin tidak asing ditelinga kita namun adakah pelajaran yang kiranya dapat kita ambil dari peristiwa yang melegenda tersebut. Mahakarya itu begitu luar biasa dan pakem-pakem ceritanya ada dalam pementasan wayang kulit. Baratayudha tidak saja diyakini sebagai perang antara kebajikan melawan kemunkaran. Pandawa dari keluarga Pandu perlambang kebajikan dan Kurawa sebagi perlambang kejahatan di muka bumi. Intisari cerita juga penuh gambaran makna bahwa sejatinya perang saling membunuh dan membenci hanyalah mencelakai saudara sendiri sesama makhluk ciptaan-Nya. Pada akhirnya kebajikan pun yang akhirnya menuai kemenangan sejati, yaitu kemenangan bukan untuk menindas maupun menghina tetapi kemenangan yang benar-benar menyadarkan untuk selalu berani dalam berbuat kebaikan. Perang Baratayuda juga mencerminkan ketetapan nasib dan kodrat sudah ditentukan sedari masa lalu, baik yang secara eksplisit ditorehkan dalam kitab Jitabsara maupun yang secara implisit hanya akan di