Langsung ke konten utama

3 Langkah Pemberdayaan Lingkungan Hijau


Permasalahan iklim yang diprediksi muncul di abad 21 sudah mulai dapat kita rasakan saat ini. Di kota besar misalnya, udara yang kita hirup sedikit mnyesakkan karena banyaknya polusi udara terutama dari kendaraan. Minimnya ruang terbuka hijau juga sangat berpengaruh terhadap kualitas udara di kota-kota besar saat ini. Sementara hutan kita yang termasuk bagian dari paru-paru dunia semakin hari semakin berkurang akibat pembukaan lahan untuk tanaman perkebunan yang tidak terkendali. Bahkan sedang terjadi polusi asap akibat kebakaran hutan. Alih-alih mencari keuntungan lebih, dampaknya tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh.
Contoh Hutan Gunungkidul
Membahas mengenai hutan dan keberadaan ruang hijau di Jogjakarta salah satunya berada di Kabupaten Gunungkidul.  Gunungkidul memiliki kondisi geografis pegunungan didominasi ekosistem hutan dengan luas 13.000 Ha. Mata pencaharian masyarakatnya sebagian besar adalah sektor pertanian. Sehingga sangat memungkinkan apabila kabupaten yang beribukota di Wonosari ini mengembangkan pembangunan berwawasan lingkungan hijau. Mempunyai luas lahan yang cukup sekaligus masyarakat yang mampu mengelola lahan, maka perlu adanya langkah pemberdayaan. Pertanian tetap diusahakan bagaimana pemerintah bisa memberi kemudahan akses tani. Kemudian di lain pihak keberadaan ruang-ruang yang gersang selama ini bisa dikelola masyarakat untuk tanaman kayu. Misal disepanjang jalan-jalan desa, pekarangan rumah yang lebar, atau bukit-bukit yang kurang produktif untuk pertanian. Sementara di kota baik kabupaten maupun ibukota kecamatan yang lahannya masih memungkinkan lebih baik untuk RTH berupa taman.
Langkah lingkungan hijau ini demi kebaikan kondisi lingkungan, karena beberapa tahun ke depan tentu Gunungkidul juga akan mengalami pembangunan yang mengarah ke modern. Oleh karena itu jangan sampai terjadi keadaan rusaknya kualitas lingkungan termasuk udara baru kita menyadari pentingnya penghijauan dengan pepohonan. Selain itu kayu juga bisa dimanfaatkan untuk industri tanpa mengganggu keadaan hutan alami yang ada di Gunungkidul.
Maka lembaga sosial masyarakat, dinas terkait, dan khususnya pemerintah dalam hal ini bisa menjalankan langkah-langkah strategis. Pertama, inventarisasi yang berarti pencatatan atau pendaftaran. Pencatatan ini untuk memperoleh data lokasi-lokasi yang strategis untuk lahan hijau tesebut sekaligus menyesuaikan dengan keadaan masyarakat termasuk keterjangkauannya. Tidak mungkin di lingkungan yang sudah padat penduduk seperti kota untuk digencarkan lahan hijau pepohonan. Kedua, eksplorasi yaitu penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan. Berdasarkan data lokasi kemudian mencari lebih mendalam tentang kondisi lahan atau mengeksplor termasuk mencari tanaman pohon yang sesuai di daerah itu dan memetakan lebih lanjut. Selain fokus pada tanaman kayu juga pemberdayaan mengenai kebun keluarga. Ketiga, konservasi sebagai langkah terakhir yaitu pemeliharaan dan perlindungan sekaligus pelestarian secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan. Setelah menemukan lokasi yang tepat bekerjasama dengan masyarakat setempat menyepakati beberapa aturan konsep lingkungan hijau. Masyarakat dilibatkan dalam penanaman, pemeliharaan, dan nantinya pengolahan. Termasuk jika di lingkungan masyarakat tersebut ditemukan pepohonan yang tumbuh alami  atau hutan tanpa kepemilikan pribadi maka tidak boleh untuk diusik keberadaanya. Jika belum masuk wilayah konservasi bisa disepakati sebagai konservasi lingkungan masyarakat yang mendiami wilayah tersebut.

Berbagai upaya tersebut bisa menjadi gambaran awal ketika ingin menjaga kelestarian di lingkungan tempat kita tinggal. Upaya pencegahan lebih baik sekaligus untuk mengarahkan pembangunan yang akan datang tidak melupakan faktor keberadaan lingkungan hijau.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngelmu dan Ilmu

Ngelmu dan ilmu dalam sudut pandang masyarakat jawa memiliki perbedaan yang mendasar. Walaupun dalam keseharian kita memahami keduanya menujuk pada makna yang sama. Ngelmu terkadang dipandang sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan ilmu. Barangkali belum banyak yang memahami mengenai istilah ngelmu atau malah salah paham dengan istilah tersebut. Beberapa pendapat ahli juga menyatakan ngelmu adalah hasil gubahan pengaruh Bahasa Arab yang sama bermakna ilmu karena di Jawa sebelumnya menggunakan istilah kawruh . Hal ini berkaitan dengan tata bahasa jawa baru tetapi ngelmu dan ilmu akan saya coba kupas denga sudut pandang jawa yang lain. Sekitar satu tahun yang lalu teman kuliah sekaligus rekan diskusi saya pernah bercerita hal yang tidak biasa. Namanya Sarwono. Semenjak saya mengenalnya memang orang yang nuwani dalam bertutur dan bertingkah laku. Suatu malam saat kami ngopi bersama sambil diskusi ia menanyakan tentang permasalahan pendidikan yang

Nasihat Pendidikan Orang Jawa

    Sekarang ini teori-teori pendidikan dapat dengan mudah kita cari. Media cetak tidak terbatas bahkan jika berbicara media elekronik dengan pointer, sentuhan jari, dan isyarat kata saja puluhan bahkan ribuan susunan kalimat dari para ahli dapat kita baca. Sebut saja Ki Hadjar Dewantara, putera bangsa perintis pendidikan Indonesia dengan teori trikon (kontinyu, konvergen, konsentris) yang sangat visioner. Nama-nama pencentus pendidikan revolusioner seperti John Dewey, Freire, Michael Fullan yang notabene bukan orang pribumi tetapi teorinya menjadi rujukan di Indonesia. Fakta yang cukup mengagetkan adalah kita lebih senang mengadopsi pandangan atau paham-paham pendidikan yang sumbernya malah bukan dari bangsa sendiri. Memang sah – sah saja apabila kita berbicara dan berusaha menerapkan teori yang berasal dari praktisi pendidikan asing dalam dunia pendidikan kita. Akan tetapi sebagai orang Indonesia, bukankah lebih sesuai dengan hasil pemikiran bangsa sendiri. Kalaupun mengamb