Pengalaman adalah
pembelajaran yang paling berharga. Orang pintar akan kalah dengan orang
berpengalaman. Bahkan dalam buku yang sering kita jumpai untuk menulis di masa
sekolah di bagian bawah tertulis “experience is the best teacher” yang artinya
pengalaman adalah guru yang terbaik. Berbicara pengalaman memang luas dan
berbeda-beda. Lokasi yang sama dan peristiwa yang sama tidak melulu akan
menghasilkan pengalaman yang sama melainkan bergantung pada posisi dan peranan
dalam satu peristiwa. Sehingga wajar adanya apabila pengalaman terkadang juga
bsa dikatakan menjadi indikator unggulan.
Pengalaman berkaitan
erat dengan peristiwa yang kita alami sehari-hari di berbagai posisi peran,
tempat, dan keadaan. Sangat jelas bahwasannya pengalaman adalah syarat dengan
hal kontekstual atau hal-hal dari kenyataan di lingkungan sekitar. Pengalaman
yang bersifat kontekstual ini seperti proses kejiwaan dalam setiap diri manusia
untuk selalu berkembang dan berubah. Lalu kalau pengalaman saja bisa mengubah
diri manusia berarti sesuai dengan tujuan pendidikan yang diimplementasikan
dalam belajar. Inti pendidikan adalah proses yang nantinya ada perubahan pada
diri yang mengalami pendidikan. Perlu kita sedikit selami makna belajar dalam
proses pendidikan kita saat ini terutama di jalur formal seperti sekolah.
Sekolah selama ini
dalam proses belajar siswanya terkadang mengabaikan hal yang sifatnya
kontekstual walaupun di dalam pembelajaran metode tersebut sudah diperkenalkan.
Melihat pentingnya sebuah pengalaman rupanya kedapan harus ada perubahan
mendasar lagi. Pengalaman yang bersifat kontekstual itu terbukti banyak
berpengaruh pada kehidupan manusia bahkan sangat berpengaruh dalam perasaan.
Sisi kontekstual inilah yang perlu dikemas dalam satu bentuk baku terbaru dalam
proses belajar. Keilmuan saja sudah jelas ada syarat empiris dan non etis yang
sangat erat dengan faktual di lingkungan kita yang dinamis berubah. Empiris
adalah merujuk pada berdasarkan pengalaman terutama diperoleh melalui percobaan
dan penemuan diikuti semua unsur indrawi seperti mengamati, mendengar,dan lain
sebagainya. Kemudian sisi non etis yang sebenarnya erat dalam istilah ilmu
sosial tetpi sebenarnya semua keilmuan juga ada sisi non etis ini. Non etis
adalah yang diperoleh bukan buruk baiknya fakta tertentu, tetapi tujuannya
untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis. Sebagi contoh jika menemukan
fakta yang buruk misalkan sebuah penelitian perilaku anak-anak dan remaja ya tetap
harus diungkapkan karena untuk menganalisa mendalam dan membandingkannya dengan
hal yang seharusnya baik.
Belajar seharusnya
berpusat pada pengalaman yang dibangun siswa itu sendiri. Kemudian mendapat
bimbingan untuk menghubungkan dengan keilmuan. Sepertinya zamannya lagi kita
belajar gaya klasik tekstual dengan buku, melainkan belajar haruslah
kontekstual. Tentu bukan meninggalkan buku tetapi cobalah mengangkat isu dan
keadaan di lingkungan yang dibawa dalam proses belajar berdasarkan buku.
Perkara saat ini kurikulum membuat belajar seolah hanya memindahkan pengetahuan
dari buku kepada siswa melalui guru atau pendidik, maka sudah saatnya seorang
pendidik semakin berani berinovasi.
Komentar
Posting Komentar