Langsung ke konten utama

Kadugoogling

Atur Panuwun Kagem Sedulur Kadupala : Suridik, Panggang, Maul, Ucup Pertinyiinyi, Ginanjar, Anas, Kiky Suky, Yuser, Gentonk, Aan, Ade Sarwo, Hasan, Anggar, Nuri, Anin, Oni, Santy, Nourma, Tera, Kiki, Ismi, Asti. (foto menyusul)

Sebut Kami Kadugoogling

Mesin pencari terlaris sejagad ini rupanya tidak pernah lepas dari kehidupan manusia saat ini. Mbah google kita biasa menyebutnya. Search engine kenamaan ini menjadi bahan pilihan rujukan terbaik termasuk kalangan intelektual seperti mahasiswa. Jadi kalau bangga dan merasa hebat jadi mahasiswa jaman internet kelihatannya perlu menengok jauh kebelakang. Hebat kakek, nenek, bapak, atau ibu kita dahulu yang mungkin ketika kuliah masih bebas dari mesin bantu instan itu. Mencari sesuatu dengan google sering kita sebut dengan googling. Lhah kok ini ada kadugoogling? Oke simak cerita kami sampai tamat. J
Hari jumat adalah baik maka haruslah dimanfaatkan dengan kegiatan-kegiatan yang baik. Sekelompok mahasiswa yang menamakan diri sebagai keluarga kadupala (kampus dua pecinta alam) mengadakan agenda rutinnya untuk menyalurkan hobi. Sebagai pecinta alam tim selalu berusaha mencari destinasi natural terbaru untuk dikunjungi, selain bertujuan memperkenalkan lokasi juga sebagai tambahan wawasan. Wisata alam berupa pantai, gunung, dataran tinggi, goa, dan berbagai alternatif ekowisata selalu menjadi pilihan. Basis masa kami ada di Yogyakarta dan sekitarnya sehingga kegiatan lebih di fokuskan untuk memperkenalkan wilayahnya sendiri. Kami beralasan bahwa rasanya malu sebagai warga Jogja hanya mengenal Jogja di permukaan, melalui alam dan plesiran kami berusaha mengenal lebih mendalam. Tetapi tidak jarang juga berkelana hingga ke luar kota bahkan menyebrang pulau.
Berawal dari ketua dan dua staffnya mengusulkan untuk agenda camp di pantai. Munculah satu nama pantai yang masih baru dibuka dan diperkenalkan ke publik “Pantai Seruni”. Pantai Seruni terletak di jajaran pantai selatan Kabupaten Gunungkidul yang masih dalam wilayah Kecamatan Tepus. Pantai dengan pasir hitam diantara deretan pantai berpasir putih. Air terjun yang menjulang dari tebing bukit semakin menarik hasrat untuk lekas mendatangi lokasi pantai ini. Maka di hari Jumat berkah sore 14 Maret 2013 kami memutuskan berangkat menuju lokasi yang masih menjadi misteri bagi beberapa anggota. Wajar saja menyebutnya misteri karena bayangan lokasi bagi beberapa anggota saja pasti berbeda-beda.
Inilah awal istilah kadugoogling. Kami berangkat menuju Gunungkidul selepas maghrib dari kampus yang berada di pusat kota Jogja. Perjalanan kami perkirakan dapat ditempuh dalam waktu dua sampai 3 jam. Setelah mengalami beberapa pemberhentian untuk mengisi bahan bakar kendaraan dan menunggu beberapa rekan yang belum bergabung kami tiba di Kota Wonosari. Ketua rombongan memutuskan beristirahat sejenak untuk keperluan ibadah dan makan malam. Perbincangan mulai ramai termasuk membahas agenda terakhir yang sudah berlalu (baca pesan dari sabana). Ketika pendakian di merbabu pimpinan rombongan Mas Gundul sapaanya selalu mengatakan mendekati tujuan padang sabana. Tidak dinyana bahwa jalur pendakian selo yang kami ambil, sebelumnya belum ada satupun yang melewati.

Dalam perjalanan ada anggota bertanya, “kenapa harus camp di sabana?”
“Kudu bos, pemandangane ki apik merapi saja kelihatan jelas”
“Lah kok ra tekan-tekan pos’e?” tanyanya kembali.
“Sabar, bar nglewati bukit iki..”
“Wes tau camp neng kono?”
“Aku ndelok neng google”
“#halah .,/,,.,/,/.?>><:???” (That’s the kadugoogling begin)

Ketika menyinggung lokasi camp di Seruni dua orang anggota bercerita tentang lokasi yang semakin membuat semua penasaran. Lokasi kabarnya tidak bisa ditempuh dengan kendaraan hanya saja bisa dengan berjalan kaki melewati naik turunnya perbukitan karst khas Gunugkidul. Rasanya juga semakin tertantang untuk segera merasakan medan yang akan kami lewati. Tetapi sekali lagi betapa terkejutnya kami ketika salah satu anggota tersebut bersabda “aku ndelok neng google”. Tak jadi soal toh malam itu juga akan jadi moment bahagia kami setelah sekarang cukup disibukkan dengan berbagai aktivitas dan agenda masing-masing yang padat. Seusai makan perjalanan kami lanjutkan dan tepat pukul 22.30 kami tiba di tempat parkir kendaraan.
Lokasi Pantai Seruni berjarak 4 km dari Pantai “Pok Tunggal”, ternyata ada akses jalan setapak yang dapat ditempuh dengan kendaraan tetapi karena sudah cukup larut dan jalan yang belum beraspal cukup beresiko melewatinya. Motor yang kami kendarai singgah di penitipan sepeda motor Pantai Pok Tunggal. Ketua rombongan segera menghubungi pihak penjaga yaitu seorang pria paruh baya denga jenggot rimbun di dagunya. Menurut informasi bapak tersebut lokasi pantai Seruni jika air laut surut sebenarnya bisa ditempuh melalui bibir pantai, tetapi untuk saat ini disarankan melalui jalur perbukitan. Kemudian perbincangan juga mempertanyakan keberadaan air terjun di Pantai Seruni. Sebuah kejuatan dengan nada santainya bapak tersebut menjawab “Ohh air terjunnya itu cuma kecil, apalagi minggu ini sudah lama tidak hujan. Pancurannya itu dengan air kran deras air kran”. Bisa dibayangkan kekagetan saat itu, sekali lagi kadugoogling memang sitilah yang tepat. Sehingga rombongan memutuskan untuk camp di Pantai Pok Tunggal saja. Tenda dome kami dirikan seraya berharap malam itu cuaca cerah karena jumlah dome dan anggota yang bergabung tidak sebanding. Beberapa anggota sudah pasti akan tidur dengan kantung tidur maupun sekedar penutup badan di luar tenda.
Malam kami lalui dengan berbagai rangkaian acara khas kadupala yang sangat menyenangkan dan penuh rasa intim kekeluragaan. Perlengkapan masak dipersiapkan untuk membuat minuman hangat menemani waktu-waktu menghabiskan malam dengan agenda yang sudah disiapkan. Malam itu acara diawali dengan menyanyikan “mars kadupala” dan menyanyikan beberapa buah lagu. Acara kedua tak luput dari pembahasan kami adalah isu-isu strategis yang sedang hangat di lingkungan mahasiswa maupun masyarakat. Sebagi calon guru yang sedang merasa bimbang akibat kebijakan Permen 87 2013 tentang Pendidikan Profesi Guru Prajabatan didiskusikan. Harapan-harapan muncul semoga LPTK tempat kami bergulat dengan ilmu saat ini bisa memberikan keputusan pelaksanaan yang adil dan sportif. Tetapi yang jelas dengan adanya PPG ataupun tidak kami tetaplah keluarga Kadupala yang akan bahu membahu bersama. Semoga spirit ini bisa diikuti oleh rekan-rekan kami yang lain, saatnya untuk mencari solusi bersama ketika pihak yang menjadi wakil kita di sana seakan sedang membuat kebijakan yang di beberapa hal kurang menguntungkan untuk kita. Banyak hal dapat kita hasilkan ketika berkumpul bersama setidak-tidaknya kaya akan kasih sayang kelurga dan ketenangan dalam menempuh perjalanan kedepan. Bahagia itu sederhana J
Beranjak diskusi selanjutnya mengenai kasus pembunuhan akibat kisah asmara yang belum lama terjadi. Diskusi lain merembet ke kebijakan kampus yang sedang membebaskan dalam artian larangan rokok. Kita sebagai pecinta alam malah menyikapi bahwa ada hal penting lain yang seharusnya lebih diperhatikan daripada hanya sekedar larangan rokok di lingkungan kampus. Memang aturan larangan di lingkungan instansi pendidikan ada tetapi hal berat lain yang perlu mendapat perhatian juga masih terlampau banyak. Muncul kesimpulan bahwa larangan rokok itu baik saja karena seharusnya perokok dan tidak merokok punya adab yang sama untuk saling menghormati. Persoalan lingkungan kampus jika dibandingkan dengan masalah rokok sebenarnya lebih besar berdasarkan pengalaman kita sehari-hari. Penyakit masyarakat di kalangan mahasiswa masih banyak terjadi. Rokok hanya dinikmati beberapa saja tetapi wabah pekat di kalangan mahasiswa mungkin sudah menyebar, maka ajaklah mahasiswa seperti kami dalam berembuk kebijakan warga kampus itu. Kami sudah lebih paham hal substansi dari pada sekedar hal kebijakan yang tidak populis.
Kemudian kegiatan setelah diskusi adalah stand up comedy dadakan oleh komik-komik kenamaan di lingkungan kampus kita. Pukul 01.00 keceriaan semakin pecah diantara kami kebetulan disekitar kami juga banyak rombongan lain yang sedang mengadakan kegiatan serupa. Pagi itu seperti bersautnya keceriaan. Keceriaan sebagai rasa syukur kami atas sebuah keluarga besar dan keindahan alam pantai dengan deburan ombak beserta sapuan semilir anginya. Langit saat itu tidak tampak awan mendung, bulan terlihat hampir bulat sempurna dan bintang bertaburan gemerlap di angkasa yang semakin menambah suasana damai . Keceriaan kembali menghangat ketika muncul ide untuk membuat diskusi ILK (Indonesia Lawak Kadupala). Ucup Pertinyiinyih sebagai penggemar komedian yang belakangan laris menjadi host acara kuis di stasiun tv swasta dan suridik membawa keceriaan ILK ala kadupala. Pukul 02.00 kami putuskan untuk menyudahi dan beristirahat. Beberapa langsung mengambil tempat di dalam tenda dome tetapi sebagian juga masih di luar untuk sekedar bernyanyi maupun berbincang sambil menikmati perbekalan yang ada.
Tak lama berselang waktu subuh tiba semua terbangun dan segera melakukan beberapa aktivitas pagi termasuk memasak makan pagi. Beberapa diantara kami ada juga yang melanjutkan istirahat karena hawa dingin dan angin yang membuat ingin sejenak kembali memejamkan mata. Ketika matahari mulai naik kami menikmatinya dengan berenang di pantai dengan ombaknya yang menyapu hamparan pasir putih Pok Tunggal. Bagi beberapa anggota memang bukan pengalaman pertama tetapi ada keceriaan yang berbeda. Seusai puas dengan mengabadikan beberapa momment kami bergegas berkemas dan mandi kemudian melanjutkan perjalanan pulang.
Demikian sekelumit cerita dari kadupala, kadugoogling merupakan sebuah kata yang syarat makna. Googling sebagai kegiatan yang mengisyaratkan pencarian akan sesuatu melalui google. Hal ini dapat dimaknai bahwa dalam kehidupan ini sejatinya kita sedang mencari makna kehidupan dan kemana kehidupan akan dibawa dan kemana tujuan akhir kehidupan. Teruslah belajar untuk mencari, teruslah bangun komunitas dan tularkan kebaikan dan kebermanfaatan untuk semua. Sampai jumpa di kadupala edisi berikutnya. Salam Tim Kadupala!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngelmu dan Ilmu

Ngelmu dan ilmu dalam sudut pandang masyarakat jawa memiliki perbedaan yang mendasar. Walaupun dalam keseharian kita memahami keduanya menujuk pada makna yang sama. Ngelmu terkadang dipandang sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan ilmu. Barangkali belum banyak yang memahami mengenai istilah ngelmu atau malah salah paham dengan istilah tersebut. Beberapa pendapat ahli juga menyatakan ngelmu adalah hasil gubahan pengaruh Bahasa Arab yang sama bermakna ilmu karena di Jawa sebelumnya menggunakan istilah kawruh . Hal ini berkaitan dengan tata bahasa jawa baru tetapi ngelmu dan ilmu akan saya coba kupas denga sudut pandang jawa yang lain. Sekitar satu tahun yang lalu teman kuliah sekaligus rekan diskusi saya pernah bercerita hal yang tidak biasa. Namanya Sarwono. Semenjak saya mengenalnya memang orang yang nuwani dalam bertutur dan bertingkah laku. Suatu malam saat kami ngopi bersama sambil diskusi ia menanyakan tentang permasalahan pendidikan yang

Nasihat Pendidikan Orang Jawa

    Sekarang ini teori-teori pendidikan dapat dengan mudah kita cari. Media cetak tidak terbatas bahkan jika berbicara media elekronik dengan pointer, sentuhan jari, dan isyarat kata saja puluhan bahkan ribuan susunan kalimat dari para ahli dapat kita baca. Sebut saja Ki Hadjar Dewantara, putera bangsa perintis pendidikan Indonesia dengan teori trikon (kontinyu, konvergen, konsentris) yang sangat visioner. Nama-nama pencentus pendidikan revolusioner seperti John Dewey, Freire, Michael Fullan yang notabene bukan orang pribumi tetapi teorinya menjadi rujukan di Indonesia. Fakta yang cukup mengagetkan adalah kita lebih senang mengadopsi pandangan atau paham-paham pendidikan yang sumbernya malah bukan dari bangsa sendiri. Memang sah – sah saja apabila kita berbicara dan berusaha menerapkan teori yang berasal dari praktisi pendidikan asing dalam dunia pendidikan kita. Akan tetapi sebagai orang Indonesia, bukankah lebih sesuai dengan hasil pemikiran bangsa sendiri. Kalaupun mengamb