Kota Wonosari saat ini
sudah terbilang maju semakin tampak metropolis dibandingkan saya kecil dulu. Seingat saya
bangunan paling ramai waktu saya kecil ya hanya deretan kios Jl. Agus Salim dan
Pasar Argosari. Siang itu saya harus mencari tempat servis arloji karena sudah
beberapa hari macet jarumnya mungkin gara-gara batrainya soak. Setelah muter-muter
cukup lama akhirnya ketemu juga tukang service di depan Pasar Argosari. Sebenarnya
keperluan di Wonosari hari itu untuk mencari data tugas kuliah dari dosen saya.
Kebetulan lokasi tempat pencarian data itu belum terlalu saya ketahui, jadi cari
tukang servis selain benerin jam niatnya sekalian tanya-tanya alamat.
Saya ini asli Wonosari
Gunungkidul dan tinggal sejak kecil di Jogja, perkembangan wilayah sedikit
banyak saya mengikutinya. Sehari-hari bahasa saya dominan ngomong jawa, pake Bahasa Indonesia kalau formal-formal saja. Termasuk
kalau di Wonosari ini sudah pasti nyervis arloji ini berbicaranya pake Basa Jawa
alus atau kromo. Tidak hanya tukang servis arloji dan pedagang pasar, saya
yakin rata-rata orang Wonosari masih selalu konsisten menggunakan Basa Jawa. Kultur
yang ada memang ndeso sehingga sangat
wajar basa jawa masih menjadi pilihan populer di masyarakat. Perbincangan saya
waktu nyervis jam itu masih saya ingat karena membicarakan nasib Basa Jawa saat
ini khususnya di Jogjakarta.
Jogja itu dulunya belum
se-modern saat ini dan se-majemuk saat ini penduduknya. Saya ingat waktu kecil
selalu diajari basa oleh bapak dan
ibu. Kata-kata sederhana untuk menanggapi saat dipanggil, mengiyakan dan
menolak seperti “dalem” “inggih” “boten” selalu di ulang-ulang diajarkan. Maklum
dulu anak-anak belum terlalu paham adab berbicara. Inilah keistimewaan Basa Jawa
yang berbeda dengan bahasa-bahasa yang lain. Hanya bahasa Jawa yang memiliki
adab berbicara berdasarkan orang yang menggunakannya.
Basa Jawa memiliki
tingkatan dari ngoko, kromo, kromo inggil.
Basa Ngoko digunakan untuk percakapan
sehari-hari dengan yang sebaya biasanya digunakan oleh anak-anak dan remaja. Basa kromo digunakan untuk percakapan
sehari-hari sesama orang dewasa dan orang tua. Basa Kromo Inggil digunakan dalam acara-acara formal sehari-hari
seperti untuk sambutan atau pidato. Sementara ketika berbicara harus melihat
lawan bicara jika kita berbicara dengan orangtua dan orang yang lebih tua wajib
untuk menggunakan basa kromo, jika
tidak namanya tidak sopan. Tetapi kepada orang yang lebih muda tidak harus
menggunakan basa kromo melainkan bisa
menggunakan ngoko walaupun lawan
bicara kita memakai basa kromo. Basa Kromo juga digunakan untuk berbicara pada
priyayi atau orang yang dianggap punya kedudukan atau jabatan. Mungkin ada
pendapat Basa Jawa seperti membeda-bedakan. Iya memang karena dengan perbedaan
ini sebenarnya mengajari kesopanan dan saling menghormati. Orang jawa
mengenalnya dengan unggah-ungguh basa.
Pandai-pandai menempatkan diri dan membaca situasi yang sedang dihadapi.
Semakin hari rasanya
semakin banyak orang yang notabene asli Jogja DIY sudah tidak lancar bahkan
tidak bisa sama sekali berbicara memakai Basa Jawa. Apalagi mengenal basa bagongan khas keraton untuk berbicara di
lingkungan istana. Basa ngoko bisa tetapi ketika diminta untuk basa kromo dan
kromo inggil banyak yang kesulitan. Sewaktu saya SD diluar jam pelajaran, bapak
dan ibu guru masih membiasakan siswa berbicara dengan basa jawa. Entah saat ini
masih berlaku atau tidak. Sempat saat di sekolah menengah ada satu hari yang
harus bercakap-cakap dengan Basa Jawa bahkan ketika KBM. Namun, program itu tak
berlangsung lama karena bukan hanya siswa ternyata gurunya juga tidak terlalu
lancar.
Keadaan modern saat ini
memang berbeda orientasi berpikirnya termasuk mulai pudarnya budaya lokal. Saya
yakin lebih banyak yang malu tidak bisa Inggris dari pada tidak bisa Basa Jawa.
Pendidikan saja lebih mengutamakan penguasaan toefl, toeic, tefl, dan lain
sebagainya. Alasannya bahasa inggris bahasa internasional. Kemudian basa jawa
itu kuno dan memalukan. Bisa-bisanya budaya sendiri di ejek, seperti tidak
sadar sedang melukai leluhurnya yang sebenarnya sudah memiliki peradaban yang
tinggi. Bahasa Indonesia itu sebagai bahasa persatuan jadi jelas bahwa bahasa
yang berkembang di budaya masing-masing harus dikuasai. Indonesia ini memiliki
546 bahasa dari jumlah total 1.340 suku bangsa. Tentu Suku Bangsa Jawa
seharusnya menguasai Basa Jawa. Sangat disayangkan apabila generasi mendatang
yang keturunan jawa sudah hilang
jawanya. Hilang jawanya tidak hanya sebatas bahasa tetapi peninggalan budayanya
karena banyak yang enggan mempelajari dan memelihara. Mari sebelum terlambat
setidaknya kenali dan pertahankan basa
jawa termasuk menulis dengan huruf jawa.
Basa Jawa itu kaya bandingkan saja jatuh dalam bahasa jawa itu ada tibo atau dawah secara umumu kemudian lebih spesifik nggeblak(jatuh terlentang), ndlosor, ngglansar, nggledak,dll. Bahasa inggris jatuh ya "fall" saja.Ada lagi membawa secara jawa beto atau ngasta lebih spesifik bisa nyunggi, manggul, ngempit, nyangking. Bahasa inggris membawa ya "bring" saja. Tentu masih banyak kata yang lain silahkan untuk dipelajari kekayaannya. Bukan kita anti
terhadap global tetapi haruslah seimbang jangan sampai kita kehilangan jati
diri sebagai Suku Bangsa Jawa yang hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahasa Inggris juga harus dikuasai tetapi Basa Jawa jangan dilupakan. Maka
sudah saatnya kembalikan rasa memiliki basa jawa dan rasa ingin membela
memelihara “Rumangsa handarbeni, rumangsa
hangrukebi”
Komentar
Posting Komentar