Langsung ke konten utama

Program Profesi Guru Prajabatan


Permendikbud 87 Tahun 2013 sepertinya semakin hari menjadi semakin kontroversial sejak ditetpkannya agustus lalu. Pemahaman akan makna butir dalam peraturan haruslah dipahami dengan baik sebelum memberikan suatu komentar. Mengenai dasar hukum munculnya peraturan menteri ini sudah sangat jelas. Sehingga memang sudah seharusnya Program Profesi Guru Prajabatan ini ada. PPG ini pada awalnya memang untuk mendapatkan sertifikasi sebagai seorang guru. Sertifikasi ini terhitung secara bertahap sejak tahun 2007 diberikan bagi guru yang sudah memiliki TMT sebelum tahun 2005. Kemudian saat itu sebenarnya sudah ada kebijakan PPG di LPTK yang menyelenggarakan program keguruan.
Tujuan PPG saat itu tahun 2006 adalah untuk mempercepat memperoleh sertifikasi dengan alasan kesejahtraan guru perlu ditingkatkan segera. Karena keadaan saat itu pemerintah melakukan sertifikasi bertahap sekitar 300.000 guru/tahun yang berdasarkan masa kerja guru minimal 6 tahun, diperkirakan jumlah itu hanya menampung PNS dan guru tetap yayasan dan seluruhnya akan selesai tahun 2015. Sementara untuk yang terhitung mulai mengajar 2006 tidak mendapat kejelasan maka munculah program PPG selain adanya PLPG dan Portofolio yang sudah berjalan. Akan tetapi PPG ini berjalan lebih singkat dengan biaya sendiri tidak dibebankan pada APBN. Sehingga juga akan menghemat anggaran pendidikan.
Dikeluarkannya permendikbud 87 Tahun 2013 ini salah satu yang menjadi dasarnya yaitu dengan banyaknya LPTK liar yang secara besar-besaran membuat program PPG tanpa standar yang jelas. Termasuk dengan adanya sertifikasi memang banyak perguruan tinggi swasta yang dengan tergesa-gesa membuat program keguruan. Program keguruan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi negeri memang memiliki daya saing ketat sehingga peluang masuknya sangat kecil. Hal ini memicu perguruan tinggi swasta untuk membuka program keguruan dan sekaligus PPG.
Kabarnya permendikbud ini malah menjamin calon-calon guru yang saat ini masih menempuh pendidikan di LPTK yang memang benar-benar sudah terakreditasi. Dengan alasan bahwa dahulu sebelum adanya peraturan ini LPTK swasta dengan mudah membuat program PPG yang bisa dikatakan tidak berkualitas. Program tersusun tidak jelas dan terkadang tidak sesuai aturan bahwa seharusnya PPG ditempuh dalam 1 tahun bisa dipersingkat 6 bulan bahkan 3 minggu. Sehingga guru-guru yang memang berkualitas mengikuti PPG selama 1 tahun bersaing dengan guru yang mungkin hanya formalitas mengikuti PPG di LPTK yang tidak jelas programnya itu. Ini dianggap oleh pemerintah sebagai ketidakadilan sekaligus kecurangan yang mengakibatkan banyak guru tidak berkualitas di dunia pendidikan kita. PPG yang seharusnya meningkatkan kualitas hanya sekedar cara instan mendapatkan sertifikat pendidik. 
Sertifikat pendidik ini yang diperoleh dari PPG nantinya dijadikan syarat seleksi CPNS. Nah, mungkin ketidakadilan dirasakan karena menjadi syarat CPNS ini. Sebelum adanya peraturan menteri ini akta mengajar diberikan setelah mahasiswa dinyatakan lulus S1 (S.Pd) diberikan bersama dengan ijazah. Tetapi setelah adanya peraturan ini akta mengajar atau sertifikat pendidik tersebut didapatkan melalui PPG. Pemerintah kembali beralasan bahwa ini sangat penting adanya agar program CPNS benar-benar dapat menjaring guru yang berkualitas. Seleksi CPNS selama ini dianggap banyak permasalahan termasuk kecurangan. Kualifikasi khusus berdasarkan akta mengajar yang didapatkan dari program PPG ini diharapkan akan memperketat seleksi sehingga terpilih calon-calon guru terbaik.
Muncul beberapa kerancuan pemahaman yang akhirnya memunculkan berbagai spekulasi. Dahulu PPG ini digunakan sebagai syarat sertifikasi bagi guru PNS(dalam jabatan) tetapi saat ini menjadi syarat CPNS. Sehingga kalau permasalahan ini letaknya pada sistem seleksi CPNS yang seharusnya perlu diperbaiki adalah sistem seleksi CPNS Guru tersebut. Misalnya praktik-praktik KKN atau jalur belakang CPNS yang seharusnya diberantas. Jadi PPG ini kembalikan saja pada fungsi aslinya sebagai syarat sertifikasi seorang guru dalam jabatan. Kemudian untuk LPTK yang menyelenggarakan program keguruan sembarangan ya seharusnya jangan diizinkan. Kalau selama ini diizinkan berarti juga banyak yang tidak beres juga di Dirjen Dikti. Tetapi peraturan sudah ditetapkan sehingga PPG segera akan berlaku. Mungkin gelar Gr. Nantinya akan sedikit menambah semangat rekan-rekan semua.
Sehingga kedepan bagi yang berminat menjadi calon guru ikutilah PPG di LPTK yang ditetapkan. Yakinlah jika memang berkualitas pasti akan lolos dalam seleksi PPG walaupun tetntu persaingan ketat. Karena hanya LPTK dengan syarat tertentu saja yang dapat menyelenggarakan PPG sesuai dalam Permendikbud. Beban PPG ini memiliki beban belajar sks yang berbeda-beda dapat dilihat pada Permendikbud No. 87 Tahun 2013. Permendikbud_87_Tahun_2013.pdf‎

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngelmu dan Ilmu

Ngelmu dan ilmu dalam sudut pandang masyarakat jawa memiliki perbedaan yang mendasar. Walaupun dalam keseharian kita memahami keduanya menujuk pada makna yang sama. Ngelmu terkadang dipandang sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan ilmu. Barangkali belum banyak yang memahami mengenai istilah ngelmu atau malah salah paham dengan istilah tersebut. Beberapa pendapat ahli juga menyatakan ngelmu adalah hasil gubahan pengaruh Bahasa Arab yang sama bermakna ilmu karena di Jawa sebelumnya menggunakan istilah kawruh . Hal ini berkaitan dengan tata bahasa jawa baru tetapi ngelmu dan ilmu akan saya coba kupas denga sudut pandang jawa yang lain. Sekitar satu tahun yang lalu teman kuliah sekaligus rekan diskusi saya pernah bercerita hal yang tidak biasa. Namanya Sarwono. Semenjak saya mengenalnya memang orang yang nuwani dalam bertutur dan bertingkah laku. Suatu malam saat kami ngopi bersama sambil diskusi ia menanyakan tentang permasalahan pendidikan yang

Nasihat Pendidikan Orang Jawa

    Sekarang ini teori-teori pendidikan dapat dengan mudah kita cari. Media cetak tidak terbatas bahkan jika berbicara media elekronik dengan pointer, sentuhan jari, dan isyarat kata saja puluhan bahkan ribuan susunan kalimat dari para ahli dapat kita baca. Sebut saja Ki Hadjar Dewantara, putera bangsa perintis pendidikan Indonesia dengan teori trikon (kontinyu, konvergen, konsentris) yang sangat visioner. Nama-nama pencentus pendidikan revolusioner seperti John Dewey, Freire, Michael Fullan yang notabene bukan orang pribumi tetapi teorinya menjadi rujukan di Indonesia. Fakta yang cukup mengagetkan adalah kita lebih senang mengadopsi pandangan atau paham-paham pendidikan yang sumbernya malah bukan dari bangsa sendiri. Memang sah – sah saja apabila kita berbicara dan berusaha menerapkan teori yang berasal dari praktisi pendidikan asing dalam dunia pendidikan kita. Akan tetapi sebagai orang Indonesia, bukankah lebih sesuai dengan hasil pemikiran bangsa sendiri. Kalaupun mengamb