Langsung ke konten utama

Wanita Itu Istimewa



Perempuan adalah sosok yang sangat istimewa. Sangat sulit untuk menemukan kata yang paling tepat untuk mengaguminya. Pertama kali pendidikan itu dari perempuan, coba saja tengok bahasa yunani kuno ada istilah materna (pola asuh ibu) yang merupakan cikal bakal sekolah. Perempuan bersolek untuk menghias dirinya agar semakin menawan. Perempuan memiliki kelemah-lembutan untuk menyimbangkan adanya pria yang kuat dan tegas. Sehingga sudah kodratnya diciptkan berpasangan untuk saling melengkapi dan mendapatkan perlindungan. Namun terkadang semua terjebak, penialian kepada perempuan hanya ketubuhannya (physical) seperti halnya dalam masyarkat patriarki. Padahal keindahan dan keluhuran yang sejati tidak melulu berpatokan pada sisi jasmani saja. Sehingga karena gawatnya sisi jasmani itu bagi perempuan wajib hukumnya untuk menjaga aurat terutama dihadapan lelaki yang lain atau orang lain yang bukan muhrim. Muhrim dibeberapa literatur menyatakan hubungan darah atau famili.
Kalau dalam budaya masyarakat Jawa mempunyai pandangan yang sebenarnya sama dengan Islam tentang menjaga aurat. Hanya karena perbedaan bahasa saja pada intinya tetap untuk menjaga perempuan di posisi yang istimewa. Pandangan Jawa menyatakan bahwa tingkatan paling tinggi perempuan adalah dengan sebutan wanita. Wanita mencerminkan perempuan yang matang dari semua sisi termasuk kemampuannya menjaga diri. Sebutan untuk perempuan yang mencerminkan sifat dan sikap yaitu :
1.      Wadon (menjaga rahasia), seorang perempuan hendaknya mampu menjaga rahasia tidak suka mengumbar kata termasuk nggosip. Menjaga rahasia pribadinya yang sekiranya berbahaya bila diketahui orang lain maupun rahasia orang lain yang kebetulan ia ketahui.
2.      Pawestri (menjaga rahasia 3 lubang), seperti halnya perintah menjaga kemaluan sebenarnya perempuan di Jawa juga diharuskan  dengan bahasa yang malah lebih tegas. Harapannya perempuan bisa menjaganya hingga sampai pada waktunya ketika rahasia itu dihalalkan untuk suami-suami mereka.
3.      Putri (menjaga badan), seperti halnya perintah Tuhan untuk menutup aurat, di Jawa menyebutnya perempuan itu putri yang punya malu dengan dirinya sendiri dalam artian bisa menjaga dan merawat tubuhnya agar terhindar dari perbuatan zina.
4.      Wanodya (menjaga lahir dan batin), perempuan harus menampakkan seseorang yang menentramkan ketika di pandang dan sikapnya yang santun lemah lembut bisa menyejukkan terpancar dari ucapannya. “Ora ilok” dalam istilah Jawa bagi perempuan yang bertindak kasar dan tidak punya sopan santun. Selain itu perempuan juga harus bisa membatasi pergaulan.
5.      Retna (memberi kebahagiaan), perempuan ketika dimanapun khususnya ketika sudah berkeluarga kehadirannya diharapkan membawa kebahagiaan. Keluarga bahagia pemegang peranannya adalah seorang perempuan karena laki-laki hakikatnya memimpin namun butuh pengarah dan pengendali yang penuh kelembutan. Kebahagiaan untuk suaminya, anak-anaknya, keluarga, dan lingkungan sekitarnya.
6.      Kusuma (memberi keharuman), perempuan menjadi pemberi kesan penjaga dan penyeimbang dari ucapan-ucapannya. Harum ucapannya berarti perempuan itu sejatinya mampu memberi kedamaian, dalam masalah apapum pastilah seorang perempuan bisa lebih mengendalikan untuk memberi kesan yang baik dibanding laki-laki. Dalam berkeluarga ucapan-ucapan perempuan mampu menjaga kehormatan keluarganya.
7.      Memanis, sangat jelas bahwa perempuan memang untuk menciptakan unsur manis dalam kehidupan khususnya suami. Contoh, seorang laki-laki hebat akan semakin nampak kewibawaanya ketika sudah ada pendamping sesorang yang memanis.
8.      Juwita (senang hati), seorang perempuan haruslah senantiasa menujukkan kebahagiaan karena perempuan sering dikaitkan dengan emosi. Pancaran rona bahagia dari senyum pun pasti akan membahagiakan. Kemudian dalam tingkah lakunya juga selalu menunjukkan keikhlasan untuk melakukan dengan senang hati. Ketika sudah berkeluarga bisa mengatur ekonomi dengan cermat dan bisa menghormati suami sehingga tercipta keharmonisan.
9.      Wanita berarti dalam dirinya sudah terangkum kedelapan unsur diatas.

Sebutan untuk perempuan dalam masyarakat Jawa tadi merupakan sebuah kearifan yang memang sudah berkembang di masyarakat Jawa. Kemudian dalam pandangan Islam ini lebih disempurnakan dilandasi Al-Quran mengenai menjaga aurat. Ulama mazhab sepakat semua badan perempuan adalah aurat selain muka dan telapak tangannya, berdasarkan firman Allah :
“dan janganlah mereka (para wanita) menampakkan perhiasannya(auratya),  kecuali yang biasa nampak, dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya...”(QS. 24:31)
Yang dimaksud perhiasan nampak itu adalah muka dan dua telapak tangan. Sedangkan yang dimaksud kain kerudung/khimar1 adalah tutup kepala, bukan penutup muka. Kemudian wanita itu juga diperintahkan untuk meletakkan kain penutup di atas kepalanya dan melebarkannya sampai menutupi dadanya, seperti :
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka menutupkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” (QS. 33:59)
Menurut para ulama maknanya sekali lagi bukan penutup wajah tetapi ia hanya baju dan kain. Selain itu jilbab2 sebenarnya adalah sejenis baju yang tidak terlalu membentuk tubuh dan menutup kepala (bukan wajah) kemudian dada kebawah, ya sederhananya baju muslim yang nyaman. Harus nyaman karena untuk menyesuaikan dengan aktifitas dan kegiatan sehari-hari. Karena pada intinya ini semua untuk menjaga wanita itu sendiri agar tidak terhindar dari fitnah atau perbuatan yang tidak menyenangkan.
Lantas bagaimana pakaian yang pantas itu? Yang jelas menutup aurat dan tidak ada unsur disengaja untuk memamerkan tubuh sehingga mengundang syahwat. Sehingga berlaku untuk yang melihatnya pula bahwa orang yang melihat perempuan, baik pria maupaun wanita seharusnya juga menjaga pandangan. Karena  menjaga pandangan dan kemaluan berarti harus bisa menjaga pandangan sekiranya tidak pantas ya tidak perlu dilihat. Menjaga kemaluan juga menunjuk pada artian mengendalikan nafsu negatif. Seandainya saja harus menegur mengingatkan gunakan bahasa yang baik dan sopan perlahan sehingga tidak menyakiti hati orang lain.
Bagaimana dengan warna dan bentuk? Para ulama mazhab sepakat bahwa yang wajib ditutupi itu warna kulit bukan bentuk badan. Dalam artian kalau kain penutup atau baju itu sama dengan warna kulit sehingga tidak terlihat yang asli atau yang bukan, maka ada atau tidaknya penutup ya sama saja. Sama halnya juga dengan kain yang menerawang itu walaupun longgar ya sama saja kelihatan.
Bagaimana hukum antara melihat dan menyenuh? Orang laki-laki yang bukan muhrim hanya boleh melihat wajah dan telapak tangan tetapi tidak diperbolehkan menyentuh. Loh, gak boleh salaman donk? Ya boleh saja yang dimaksudkan itu tidak boleh menyentuh yang dikhawatirkan menimbulkan rangsangan syahwat atau menimbulkan fitnah. Tetapi memang ada yang berbeda pendapat ketika berjabat tangan dan semuanya juga harus saling menghormati tidak perlu diperdebatkan. Toleransi atau pengecualian itu juga ada untuk memeriksa orang sakit atau membutuhkan pertolongan. Misal melihat seorang perempuan hampir tenggelam apakah seorang laki-laki harus mencari silsilah muhrimnya dulu? Ya tentu langsung ditolong saja.

Kemudian dalam QS. An-Nur 60 Allah berfirman:
“Dan perempuan perempuan tua yang telah terhenti dari haid dan mengandung, yang tidak ingin kawin lagi, tidaklah dosa kalau mereka menanggalkan pakaiannya, dengan tidak bermaksud menampakkan perhiasannya, dengan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui.”
Ayat diatas menunjukkan bahwa perempuan tua yang tidak berkeinginan untuk kawin lagi karena umurnya sudah tua, maka mereka boleh menampakkan sebagian rambutnya, lengannya, dan seterusnya yang biasa ditampakkan oleh perempuan yang berumur tua. Toleransi kepada perempuan tua karena tumbuh anggapan bahwa mereka sama dengan perempuan kecil yang tidak mempunyai syahwat dan kenikmatan. Islam telah memberikan kemudahan bagi perempuan berusia lanjut dan memperketat bagi perempuan di usia remaja dan dewasa. Fakta yang terjadi malah terkadang berlaku sebaliknya, perempuan muda sedikit mengabaikan menutup aurat dan ketika tua baru menutup aurat.
Penjelasan diatas sebagian kecil dari keistimewaan wanita khususnya dalam menjaga auratnya. Demikian gambaran mengenai sosok wanita yang kita gambarkan dengan kata istimewa. Oleh karena itu jelas adanya seorang perempuan, wanita, atau ibu punya kedudukan yang sangat penting dan wajib untuk menghormatinya. Mohon maaf apabila ada yang kurang sesuai karena keterbatasan pengetahuan saya sebagai penulis.

(1)Muhammad Jawad Mughniyah. Fiqih Lima Mazhab (2) Hijaz Transliterasi dan Fadhillah. Syaamil Quran

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngelmu dan Ilmu

Ngelmu dan ilmu dalam sudut pandang masyarakat jawa memiliki perbedaan yang mendasar. Walaupun dalam keseharian kita memahami keduanya menujuk pada makna yang sama. Ngelmu terkadang dipandang sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan ilmu. Barangkali belum banyak yang memahami mengenai istilah ngelmu atau malah salah paham dengan istilah tersebut. Beberapa pendapat ahli juga menyatakan ngelmu adalah hasil gubahan pengaruh Bahasa Arab yang sama bermakna ilmu karena di Jawa sebelumnya menggunakan istilah kawruh . Hal ini berkaitan dengan tata bahasa jawa baru tetapi ngelmu dan ilmu akan saya coba kupas denga sudut pandang jawa yang lain. Sekitar satu tahun yang lalu teman kuliah sekaligus rekan diskusi saya pernah bercerita hal yang tidak biasa. Namanya Sarwono. Semenjak saya mengenalnya memang orang yang nuwani dalam bertutur dan bertingkah laku. Suatu malam saat kami ngopi bersama sambil diskusi ia menanyakan tentang permasalahan pendidikan yang

Nasihat Pendidikan Orang Jawa

    Sekarang ini teori-teori pendidikan dapat dengan mudah kita cari. Media cetak tidak terbatas bahkan jika berbicara media elekronik dengan pointer, sentuhan jari, dan isyarat kata saja puluhan bahkan ribuan susunan kalimat dari para ahli dapat kita baca. Sebut saja Ki Hadjar Dewantara, putera bangsa perintis pendidikan Indonesia dengan teori trikon (kontinyu, konvergen, konsentris) yang sangat visioner. Nama-nama pencentus pendidikan revolusioner seperti John Dewey, Freire, Michael Fullan yang notabene bukan orang pribumi tetapi teorinya menjadi rujukan di Indonesia. Fakta yang cukup mengagetkan adalah kita lebih senang mengadopsi pandangan atau paham-paham pendidikan yang sumbernya malah bukan dari bangsa sendiri. Memang sah – sah saja apabila kita berbicara dan berusaha menerapkan teori yang berasal dari praktisi pendidikan asing dalam dunia pendidikan kita. Akan tetapi sebagai orang Indonesia, bukankah lebih sesuai dengan hasil pemikiran bangsa sendiri. Kalaupun mengamb