Langsung ke konten utama

MENGERTI INDONESIA


Semangat patriotisme, jiwa nasionalisme, bela tanah air, tanah tumpah darahku Indonesia! Jargon-jargon populer ini selalu menggema. Ketika diteriakkan seolah jiwa raga ini demi cinta kepada Indonesia. Tetapi apakah kita pernah bertanya, “Apa itu Indonesia? Darimana nama itu berasal? Mengapa harus Indonesia?”

Bagi saya Indonesia sangatlah bermakna, ada tujuan ketika nama ini dipilih oleh pendiri bangsa. Kita sebagai Bangsa Indonesia seharusnya mengerti maknanya. Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki sejarah yang panjang untuk diuraikan. Nama Indonesia pun menjadi bagian perjalanan sejarah negara bangsa ini.
Menengok masa kejayaan Majapahit ingatan tertuju pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada dengan sumpah Palapanya untuk mempersatukan nusantara. Nah, nusantara kata yang juga sering digunakan untuk menggambarkan negeri dengan gugusan pulau dan laut luas yang membentang dari sabang sampai merauke. Nusantara pada masa kejayaan Majapahit ini memiliki wilayah hingga ke daratan asia yaitu champa (kamboja) dan maynila (filipina). Nusantara juga merupakan gambaran sebuah kesatuan daratan dan maritim. Teks mengenai ucapan Gajah Mada yang dikenal dengan sumpah Palapa dalam Pararaton berbunyi:

Sira Gajah Mada patih Amangkubhumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada : “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring ahang Dompo, ring Bali,  Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti Palapa.

Terjemahanya :
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubhumi tidak akan melepas puasa(nya). Beliau Gajah Mada jika sudah mengalahkan Nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika (berhasil) mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya
(baru) melepaslkan puasa (saya)

Wilayah nusantara di masa Majapahit ini menjadi seperti sebuah gambaran kesatuan yang kokoh. Lalu bagaimana dengan nusantara saat ini? 17.000 pulau terhampar dengan luas 1.922.570 km2 dan 2/3 luas Indonesia adalah lautan yaitu 3.257.483 km2 ditambah dengan 1340 suku bangsa dan 546 bahasa. Inilah bagian dari Nusantara Indonesia.
Menelisik asal mula nama Indonesia tidak akan terlepas dari istilah-istilah yang dibuat orang-orang di masa lalu. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan tanah air dinamai nan-hai artinya kepulauan laut selatan. Catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara(Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa(pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara. Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Lain untuk kemenyan dalam bahasa Arab luban jawi(kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Kabarnya sumatra dan jawa dahulu pulau yang panjang (dawa) menyatu. Dawa menjadi jawa atau jawi.
Bangsa-bangsa eropa yang pertama kali datang ke Nusantara hanya mengetahui wilayah Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Daerah yang terbentang dari Persia sampai Tiongkok disebutnya Hindia. Semenanjung Asia Selatan disebutnya Hindia Muka dan daratan Asia Tenggara disebut Hindia Belakang. Sedangkan tanah air memperoleh nama “Kepulauan Hindia” (Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien) atau “Hindia Timur” (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah “Kepulauan Melayu” (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l’Archipel Malais).
Pada jaman pendudukan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur).
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan ( 1819 – 1869 ), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Ingris, George Samuel Windsor Earl ( 1813 – 1865 ), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama:Indunesia atau Malayunesia (nesosdalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis:
“… the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians“.
Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon ( Srilanka ) dan Maladewa. Earl berpendapat juga bahwa nahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat ( Ki Hajar Dewantara ). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.
Di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924). Pada tahun 1925, Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama “Indonesia”. Akhirnya nama “Indonesia” dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.
Tahun 1922 atas prakarsa Mohammad Hatta mengubah nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia yang merupakan organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Belanda yang didirikan tahun 1908.
Nama “Indonesia” sebagai suatu negara dan bangsa baru muncul saat Soekarno – Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia tgl 17 Agustus 1945. Demikianlah sekelumit nama Indonesia yang tak terlepas dari pendapat ilmuwan seperti Logan dan Earl. Rangkuman pendapat perjalanan ini pernah ditulis oleh Raden Rahmat Wijaya dalam akun kompasiana.

Mengerti Indonesia tidak berhenti pada menelaah nama. Setelah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia banyak tantangan yang masih dihadapi negara bangsa ini. Perjanjian-perjanjian pernah mengusik keutuhan Nusantara. Dimulai dari perjanjian Linggarjati pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25 Maret 1947 hasil perundingannya antara lain : Belanda mengakui secara de facto wilayah Indonesia, yaitu Jawa, Sumatra, dan Madura. Hanya tiga pulau. Kemudian, perjanjian renville antara Indonesia dan Belanda pada 17 Januari 1948 di atas kapal perang Amerika Serikat. Ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (Amerika Serikat, Australia, dan Belgia). Kesepakatannya antara lain :
1.    Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai wilayah Republik Indonesia.
2.    Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda.
3.    TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan Jawa Barat dan Jawa Timur Indonesia di Yogyakarta.
Wilayahnya semakin menyempit.
Selanjutnya dilakukan perundingan Roem-Roijen ditandatangani 7 Mei 1949 di Hotel des Indes, Jakarta. Delegasinya Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Intinya menyelesaikan beberapa sengketa sebelum masuk ke Konferensi Meja Bundar. Melalui KMB wajah Indonesia mulai nampak. Dilakukan serah terima kedaulatan Pemerintah Kolonial kepada Republik Indonesia Serikat kecuali Papua Barat. Penyelesaian masalah Papua Barat ditunda dalam kurun waktu satu tahun/
Lalau proses Papua Barat menjadi Irian Jaya ini melalui opreasi militeryang disebut Operasi Trikora yang dicanangkan Sukarno di Yogyakarta dan menunjuk MayJend Suharto sebagai pelaksana. Operasi milite dipilih karena Belanda saat itu  disinyalir mulai membangun kekuatan militer di Papua Barat.
Amerika yang awalnya tidak memberi dukungan akhirnya tergerak mendukung Indonesia. Saat itu Indonesia banyak melakukan pendekatan terhadap Uni Soviet untuk persenjataan. Dalam masa era perang dingin maka Amerika Serikat memilih membantu Indonesia agar komunisme tidak menyebar luas, apalagi Indonesia adalah daerah yang sangat strategis. Setelah operasi militer besar-besaran, akhirnya pada 15 Agustus 1962 atas inisiatif Amerika Serikat, perundingan Indonesia dan Belanda dilakukan di Makas Besar PBB di New York. Indonesia diwakili oleh Subandrio dan Belanda diwakili oleh Jan Herman Van Roijen dan C.W.A Schurmann. Beberapa isi pertemuan itu sebagai berikut.
1.    Belanda menyerahkan Papua bagian barat kepada United NationsTemporary Executive Authority (UNTEA), UNTEA kemudian akan menyerahkan pemerintahan kepada Indonesia.
2.    Indonesia di bawah pengawasan PBB, akan memberikan kesempatan bagi penduduk Papua bagian barat untuk mengambil keputusan secara bebas melalui jejak pendapat, penduduk papua ingin bergabung dengan Indonesia atau memisahkan diri dari Indonesia.
Hasilnya Papua Barat memutuskan bergabung denga Indonesia. Pada 1 Mei 1963,UNTEA menyerahkan pemerintahan Papua bagian barat kepada Indonesia. Selanjutnya pemerintah membubarkan Dewan Papua dan melarang bendera Papua dan lagu kebangsaan Papua. Keputusan ini yang melahirkan Organisasi Papua Merdeka pada 1965. Konflik antara OPM dan Pemerintah Indonesia mengorbankan banyak jiwa.
Kemudian setelah Papua resmi bergabung menjadi provinsi ke 26 dengan nama Irian Jaya. Irian konon adalah akronim Ikut Republik Indonesia Anti Netherland.  Seakan tanpa paksaan, aman, dan adil tetapi nyatanya OPM tetap ada sampai saat ini.  Maka jawabannya Mengerti Indonesia haruslah sadar tentang hal-hal yang turut serta menjadi perjalanan kelahiran negara bangsa ini. Konflik-konflik pasca kemerdekaan ada bahkan kita telah kehilangan Timor Leste. Mungkin kita pernah bertanya dalam hati “kenapa harus lepas?”
Kita sadari atau tidak negara bangsa ini sedang mengalami ketimpangan, arah pembangunan yang jawa sentris bahkan cenderung jadi milik Jakarta saja menjadi salah satu penyebabnya. Pemberlakuan otonomi daerah juga belum terlalu membuahkan hasil yang diharapkan. Sebenarnya mencegah gerakan separatis itu ya jawabannya dengan kesejahteraan. Kalau sudah sejahtera dan merata tentu tidak akan ada yang teriak merasa tidak adil. Wajar saja kalau Timor Leste itu menghendaki lepas, propinsi ke 27 NKRI itu merupakan daerah termiskin dengan angka kematian yang tertinggi saat itu. Melihat fakta yang ada bagaimana tidak berteriak ingin merdeka. Walaupun ada kabar bahwa campur tangan asing ada di sana.
Tidak bisa kita pungkiri bahwa negara semacam Amerika dan Australia itu seolah-olah selalu ikut campur dengan urusan negara ini. Bisa dikatakan berjasa tetapi di balik jasa ternyata mereka juga memiliki misi lain. Perjanjian Renville, penyuplai senjata saat Operasi Trikora, UNTEA di bawah bendera PBB dan Amerika ada di sana. Anehnya ketika Suharto menjabat kebijakan pertama yang kontroversial adalah memperbolehkan eksploitasi sumber daya alam oleh orang asing. Ya, tambang emas freeport dengan kontrak yang tidak jelas Amerika di sana. Bukan mengajak untuk anti asing tetapi sebagai bangsa waspada itu lebih baik.
Timor Leste diperkirakan adalah ladang minyak, dahulu ketika menjadi jajahan Portugal mungkin membuat Amerika dan Australia sulit mendekat tetapi dengan di dorong untuk masuk Indonesia mereka lebih muda mendekat dan ikut mengeruk SDA. Kemudian saat jejak pendapat ingin merdeka kabarnya kembali asing ikut campur, ya mungkin pihak asing itu ingin lebih leluasa lagi menguasai SDA di Timor Leste.
OPM terus ada sampai saat ini, ketahuilah Papua tanah yang kaya tetapi lihat penduduknya secara umum apa sudah menunjukkan keadaan sejahtera? Anak-anak dan orang-orang Timor Leste dahulu ketika masih dalam bingkai NKRI dan anak-anak di Papua saat ini tentu dia melalui sekolah atau media selalu mendengar Indonesia negara yang kaya. Indonesia lautannya luas hasilnya maritimnya melimpah. Indonesia daratnya subur makanan tersedia cukup. Di pulau jawa dibangun ini dan dibangun itu. Sementara saudara-saudara kita itu saat ini  tidak seberuntung kita yang ada di kota-kota besar. Wajar saja ingin merdeka jika tahu daerahnya kaya. Mereka berpikiran daripada ikut Indonesia dengan hasil SDA mereka hanya untuk orang-orang di Jakarta mending mereka bisa menjualnya sendiri untuk dinikmati sendiri.
Lalu apakah akan kita biarkan ketimpangan ini akan mengikis Indonesia. Rasanya sudah daerah-daerah itu bergolak karena ketidakadilan dan kurangnya pemerataan. Bisa jadi kalau kekacuan yang luput dari pengetahuan kita itu terjadi maka negara bangsa ini mungkin tak sempat melewati ulang tahunnya yang ke-100.

Bangsa Indonesia harus mengerti Indonesia...
“Dengan apa? Kami tidak punya apa-apa? Saya hanya pelajar, saya hanya orang biasa karyawan rendahan...”

Kalau mendengar hal seperti itu terutama dari kalangan muda rasanya miris. Dan terkadang ada pula yang mencemooh orang-orang yang memikirkan bangsa ini,
“ahh sok idealis memang kamu sudah berbuat apa untuk Indonesia? Kamu itu bisanya omong doang!”

Sadarilah bahwa NKRI butuh suatu penyadaran akan kepedulian. Bukan saja yang sedang duduk dipemerintahan tetapi segenap bangsa ini. Menyadarkan untuk mengerti bangsa ini kedepan dan dengan aksi-aksi sederhana sesuai kemampuan anda masing-masing itu sudah membantu Indonesia. Apalagi dengan aksi-aksi sosial nyata untuk saudara-saudara kita di berbagai daerah yang masih dalam kekurangan.
Saatnya mencari tahu tentang Indonesia, jelajahi Indonesia setidaknya di sekitar daerahmu, pelajari apa yang masih menjadi permasalahan, pikirkan perubahan apa yang mungkin bisa anda lakukan, dan buatlah gerakan sosial dengan menyebarluaskan pemikiran-pemikiran itu bersama teman-temanmu. Ketika semua sudah mengerti Indonesia, pemerintah sebagai wakil kita pun akan ikut mengerti akan kebijakan yang sesuai. Karena sesungguhnya yang harus mengontrol negara bangsa ini adalah rakyatnya. Salah satunya saat ini ada UU Desa yang semakin membuka peluang semua daerah untuk berkembang bersama, tunjukkan itu!
Percayalah, Tuhan sudah memberi anugerah yang luar biasa untuk negara bangsa ini tak lain untuk kita syukuri, manfaatkan, dan jaga sebaik-baiknya. Jangan ada satu genggam tanah dan satu tetes air nusantara lepas kembali. Kalau saja pahlawan-pahlawan itu hadir kembali dan bertanya “apa yang kalian lakukan dengan bangsa ini? Mengapa kalian biarkan semua ini terjadi?” maka anda tentu memiliki jawaban masing-masing dan mungkin sebagian besar hanya termenung...

Generasi penerus sudah saatnya mengerti Indonesia!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngelmu dan Ilmu

Ngelmu dan ilmu dalam sudut pandang masyarakat jawa memiliki perbedaan yang mendasar. Walaupun dalam keseharian kita memahami keduanya menujuk pada makna yang sama. Ngelmu terkadang dipandang sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan ilmu. Barangkali belum banyak yang memahami mengenai istilah ngelmu atau malah salah paham dengan istilah tersebut. Beberapa pendapat ahli juga menyatakan ngelmu adalah hasil gubahan pengaruh Bahasa Arab yang sama bermakna ilmu karena di Jawa sebelumnya menggunakan istilah kawruh . Hal ini berkaitan dengan tata bahasa jawa baru tetapi ngelmu dan ilmu akan saya coba kupas denga sudut pandang jawa yang lain. Sekitar satu tahun yang lalu teman kuliah sekaligus rekan diskusi saya pernah bercerita hal yang tidak biasa. Namanya Sarwono. Semenjak saya mengenalnya memang orang yang nuwani dalam bertutur dan bertingkah laku. Suatu malam saat kami ngopi bersama sambil diskusi ia menanyakan tentang permasalahan pendidikan yang

Nasihat Pendidikan Orang Jawa

    Sekarang ini teori-teori pendidikan dapat dengan mudah kita cari. Media cetak tidak terbatas bahkan jika berbicara media elekronik dengan pointer, sentuhan jari, dan isyarat kata saja puluhan bahkan ribuan susunan kalimat dari para ahli dapat kita baca. Sebut saja Ki Hadjar Dewantara, putera bangsa perintis pendidikan Indonesia dengan teori trikon (kontinyu, konvergen, konsentris) yang sangat visioner. Nama-nama pencentus pendidikan revolusioner seperti John Dewey, Freire, Michael Fullan yang notabene bukan orang pribumi tetapi teorinya menjadi rujukan di Indonesia. Fakta yang cukup mengagetkan adalah kita lebih senang mengadopsi pandangan atau paham-paham pendidikan yang sumbernya malah bukan dari bangsa sendiri. Memang sah – sah saja apabila kita berbicara dan berusaha menerapkan teori yang berasal dari praktisi pendidikan asing dalam dunia pendidikan kita. Akan tetapi sebagai orang Indonesia, bukankah lebih sesuai dengan hasil pemikiran bangsa sendiri. Kalaupun mengamb