Media informasi dan
telekomunikasi tidak bisa dipungkiri menjadi rekan keseharian masyarakat saat
ini. Dimanapun berada dalam waktu yang tidak terbatas media informasi dan
telekomunikasi ini menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat. Media berupa
cetak maupun elektronik sudah menjadi bagian kebutuhan dasar hajat hidup orang
banyak. Media selalu menyediakan berbagai macam hal yang melayani, mengabarkan,
dan menghibur dengan praktis. Konten yang disediakan juga beragam bahkan tiap
detik selalu ada saja berbagai pembaharuan. Up
to date istilah ini sering digunakan untuk hal-hal baru yang wajib
diketahui.
Berbicara media di
Indonesia semuanya memiliki tempat di hati penggemarnya masing-masing baik
cetak maupun elektronik. Semua ada manfaatnya dan ada pula sisi negatif yang
hadir. Kemudahan akses dari berbagai penjuru dunia, dari kalangan petinggi,
pesohor, maupun kalangan biasa dapat didapatkan dengan mudah. Keadaan era
globalisasi yang tanpa skat pembatas antar bangsa ini semakin memudahkan
tercampurnya berbagai pengetahuan baru termasuk budaya-budaya lain. Terkadang
kita sadari atau tidak disadari pengaruh-pengaruh negatif merembes lewat jalur
kebudayaan yang asalnya bukan dari bangsa kita sendiri.
Akibatnya fatal, ambil
contoh tontonan yang kita konsumsi sehari-hari di televisi berapa persen yang
sudah bisa dikatakan mendidik. Orang yang sudah dewasa dan paham mungkin tidak
menjadi soal melihat acara-acara hiburan yang sedikit banyak melenceng dari
norma kesusilaan bangsa kita. Lain halnya jika yang menikmati acara tersebut
anak-anak dan mungkin tidak ada pendampingan orang tua. Betapa berbahayannya
keadaan generasi penerus dan harapan bangsa ke depan. Tidak dapat kita pungkiri
media terutama elektronik yang mudah untuk di akses memberi pengaruh besar pada
pribadi-pribadi masyarakat. Ya kalu pengaruh baik tentu tidak masalah, kalau
buruk kan celaka.
Akhir-akhir ini mungkin
kita sering mengkritisi acara-acara joget yang tidak jelas hanya kesenangan
saja tanpa makna. Saya akan menyebutnya dengan istilah tarian kebinatangan
versus kemanusiaan. Joget atau biasanya kita sebut dengan tarian atau gerakan
ekspresi tubuh itu memuat beberapa unsur. Indonesia ini banyak tarian ribuan
jumlahnya semua gerakannya bermakna, indah, dan bertema. Yang jelas menunjukkan
watak ke-Indonesiaan. Iringan musiknya asli Indonesia. Kenapa bisa
kebinatangan? Lihat, saja saat ini gerakan-gerakan joget tidak beraturan tak
jarang erotisme yang muncul. Tanpa rasa malu dan risih. Dan bisa-bisanya
mengatakan itu sebuah seni, seolah-olah jika beralasan seni semua jadi baik.
Seni jika dimaknai, salah satunya seperti yang diungkapkan Ki Hajar Dewantara adalah
perbuatan manusia yang timbul dari hidupnya, perasaan, dan bersifat indah
sehingga dapat menggetarkan jiwa perasaan manusia. Seni itu mulia tidak boleh
digunakan untuk melegalkan kegiatan yang sebenarnya tidak mendidik sama sekali.
Seni itu sangat manusiawi dan memanusiakan manusia.
Kita ini sudah
terbolak-balik menganggap yang hadir dari luar itu selalu baik. Memang sah-sah
saja menirukan budaya luar tetapi kita harus memiliki filter kebudayaan. Santapan kultural dan bimbingan kreatif tidak
boleh terlepas. Budaya asing jangan diterima mentah-mentah penyaringnya adalah
seni dan budaya bangsa kita sendiri. Bimbingan kreatif digunakan sebagai bentuk
usaha untuk membuat sesuatu yang baru dari budaya asing. Budaya lain yang masuk
diolah dan disesuaikan dengan kepribadian bangsa. Dengan ini kita tidak
terjebak pada prilaku konsumtif. Punya jati diri, tidak mudah diombang-ambing
keadaan. Jangan sampai budaya kita sendiri tersingkir hadirnya budaya asing.
Seni dan budaya pada prinsipnya juga hadir dari masyarakat kembali ke
masyarakat itu sendiri. Inilah makna seni budaya yang bisa menggerakkan dan
mencerdaskan masyarakat yaitu yang sesuai kepribadian masyarakat di mana mereka
berasal dan bermukim.
Komentar
Posting Komentar