Setiap hari ada saja
kabar aneh-aneh terjadi di sekeliling kita. Termasuk kabarnya kere-kere yang
masih bisa tertawa di keadaan yang serba terhimpit. Tawa kebahagiaan yang tulus
bentuk kebersamaan sesama kere. Bagi saya kere tidak masalah. Kere itu tidak
memalukan, kere juga tidak butuh bantuan dan santunan. Yang selama ini dapat
bantuan dan santunan kan yang miskin dan tidak mampu.
Kalau ada yang tanya,
bukannya kere, miskin, dan tidak mampu itu sama saja? Jawabannya berbeda. Walaupun
ada paribasan kere munggah bale yang
bisa dimaknai naik kelas dari hidup kecingkrangan
menjadi berkecukupan (OKB), kere tidaklah seperti itu. Kere itu malah jauh dari
keinginan munggah bale. Sementara miskin
dan tidak mampu ini hidupnya kekurangan dan merasa kurang. Contohnya malah
bukan rakyat atau wong cilik tetapi seringnya penyakit kekurangan dan merasa
kurang ini menyerang para pejabat dan konglomerat. Bukti sederhananya siapa
yang suka korupsi, ngecu, maling
duitnya orang kecil? Sudahlah, jelas siapa yang sebenarnya miskin dan tidak
mampu itu dan siapa yang maling dan kemalingan.
Maka dari itu saya mau
buat pembelaan sebagai bagian dari kere dengan istilah kere ngambrukake bale. Ini adalah pilihan terakhir selain
usaha-usaha yang sudah kere banyak lakukan sebelumnya. Keadaan negara bangsa
ini sudah kepalang basah krisis multidimensi. Pengaruh pesatnya kapitalisme juga
mengobrak-abrik tatanan seolah negara hampir tak berdaya memberikan
perlindungan dan pelayanan kepada segenap bangsanya. Dengan keadaan seperti ini
hanya ada dua pilihan untuk negara dan pemerintahannya menghentikan atau
membiarkannya. Kalau hanya menghentikan mungkin hasilnya tak jauh beda dengan
yang sudah-sudah. Pilihan terakhir hanya membiarkannya sampai pada titik nadir
sebobrok-bobroknya. Biarkan saja kalau saat ini dipimpin dan dikelola ngawur oleh
yang duduk di bale-bale itu. Kebijakan-kebijakan semakin tidak beres dan keadaan
carut marut. Anggap sebagai ujian bagi para kere. Kere yang tidak tergoda lagi
duniawi tetapi sedang diiming-imingi bantuan-bantuan serba uang. Padahal tidak
tahunya kere ini sebenarnya malah bos dari segala bos.
Kere juga sudah sejak
lama sibuk bangun khayangan. Khayangan
yang dibangun seharusnya bisa mengembalikan jati diri untuk memperbaiki pola dan
dasar pemikiran negara ini. Membangun khayangan berarti memperbaiki akhlaq
segenap masyarakat dan praja di dalamnya. Ternyata tidak semuanya bisa belajar.
Kere pun sudah lama ndheder satriya. Kere
itu jiwa ksatria semua ibarat kata berani mati di dalam hidupnya. Tidak ada
lagi keinginan yang bermacam hanya sadar kebutuhan dan membangun persaudaraan.
Tidak perlu takut,
tidak perlu cemas menghadapi segala yang terjadi. Kere-kere ini sudah lebih
survive dibandingkan negara Indonesia. Kere ini adalah mbahnya Indonesia. Kere ini
terlalu baik hati dan sabar mendidik negara Indonesia yang masih anak-anak
tetapi semakin tidak tahu diri. Senjata pamungkas kere untuk ngambrukake bale adalah dengan sabar dan
selalu memohon ampunan Tuhan. Kepasrahan ini tentu akan segera mendapatkan
jawabannya. Sabarnya para kere akan terjawab 2 hal. Pertama, hancurnya sistem
negara yang ada dan muncul tatanan baru. Kedua, kesadaran untuk selalu ingat
dan berhati-hati dalam bertindak.