Orang hidup itu harus bisa
bercanda kalau tidak bisa mending mati saja. Kira-kira seperti itu hidup ini
karena manusia pastilah membutuhkan yang namanya penghibur dan panglipur. Tetapi ada lho hiburan yang
malah sama sekali tidak menghibur, seperti bercandanya negara. Mengurus negara
dan mengelola segala sumber dayanya itu tidak sekedar khayalan yang ditempatkan
pada kenyataan. Perencanaan dan konsep harus matang. Jadi, kalau hanya rumangsa
bisa dan gembelengan tanpa kemampuan yang mumpuni sangatlah berbahaya.
Pengelola dan pengurus negara itu seharusnya memiliki spesialisasi-spesialisasi
kemampuan tidak hanya profesional di satu bidang saja. Maka yang merasa bisa
mengelola akhirnya nampak seperti orang bercanda tetapi tidak menghibur sama
sekali. Tentu bukan jayuz atau garing karena bercandanya ini masih bisa membuat
tertawa kalangan tertentu.
Negara adalah istilah untuk komunitas besar menyatakan bentuk tertentu. Jika membicarakan negara kita ini dilimpahi wilayah sangat luas, beragam, subur, dan potensi-potensi kekayaan alam dan sumber daya manusia. Boleh dibilang
bocorannya surga atau surga di dunia ini ya Indonesia dengan sungai-sungai yang
mengalir dibawahnya. Sampai ada istilah filosofis gemah ripah lohjinawi, tata titi tentrem kerta raharja. Gemah ripah loh jinawi dapat diartikan
sebagai keadaan masyarakat yang makmur dengan keadaan tanahnya yang subur.
Sementara tata titi tentrem kerta raharja
berarti aman tentram yang bersumber dari kesejahteraan lahir batin. Filosofi
ini tentu hadir dari keadaan dan fakta gambaran sebuah negeri. Kalau yang
sejahtera, aman, dan tentram itu sebuah negeri maka penting tidak negara ini
ada?
Dari pertanyaan tersebut munculah
istilah negeri dan negara. Dua hal yang berbeda namun terlampau sering kita
menggunakannya untuk menunjuk suatu keadaan yang sama. Negeri adalah bahasa
sastra yang memiliki makna lebih mendalam sementara negara ini hanya istilah
bentuk komunitas dimana ada sistem pemerintahan atau praja. Negeri kedudukannya
tinggi dan luas dibandingkan negara yang hanya bermakna sempit. Bangsa itu
bagian dari negeri termasuk pula keberagaman dan kekayaan hayati di sekitarnya
(tanah air). Jadi, kalau ada istilah pegawai negeri sipil, sekolah negeri,
perguruan tinggi negeri ini bukan perkara main-main. Negeri adalah penguasa
sementara negara bisa dikatakan hanya pelayan. Negeri yang mengatur negara,
bukan negara yang berbuat seenaknya kepada negeri. Sangat bercanda jika sesuatu
yang bernama negara ini berbuat seenaknya kepada negeri, bahkan berani bercanda
dengan si negeri. Lah dalah, tidak sopan namanya.
Istilah-istilah tadi memang
agaknya membingungkan tetapi tujuan saya di sini adalah bagaimana memaknai
bernegara yang sesungguhnya. Sebut saja masyarakat madani yang menjadi
idam-idaman setiap komunitas. Masyarakat madani bukanlah negara ia adalah
gambaran negeri. Hidup berdampingan antara kaum Anshar, Muhajirin, Yahudi yang
dibuat dalam butir-butir kesepakatan. Anshar memiliki dua kesepakatan dengan
kaum muhajirin dan yahudi tertuang dalam 23 fasal dan 24 fasal. Kesepakatan
yang diprakarsai Rasullullah bersama umat inilah yang seharusnya dimaknai.
Rasul memang tidak pernah membuat negara kehadiran beliau adalah memperbaiki
akhlaq. Lalu apa maknya yang harus diambil?
Negara sebagai pengemban amanat
rakyat sebuah negeri harus memiliki kemampuan menjadi jembatan penghubung dan
penyelaras. Memang hal ini kalau di era sekarang adalah tata aturan
perundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi pikirkan apa dasarnya?
Jangan-jangan dasarnya sudah bukan apa yang khas di negeri sehingga kurang
mampu mengakomodasi semua kebutuhan. Ambil contoh dasarnya negara ini
Pancasila, manifestasinya UUD 1945, semboyanya bhinneka tunggal ika jadilah bentuk NKRI. Oke, berarti jelas negara
kesatuan karena sebagai penyelaras penghubung pemersatu negeri dalam berbagai
bangsa. Berarti negara ini tidak mengintervensi negeri seenak udelnya dewe.
Negara belajarlah dengan negeri dan sambungkan kesepakatan dan kepentingan
antar bangsa.
Bisa dikatakan tugas negara hanya
di lingkup demikian, yaitu mendamaikan dengan kesepakatan, memfasilitasi,
memudahkan. Lha kok ada negara malah jadi ruwet? Negara ini barangkali kurang
belajar tentang makna sebuah negeri dan lupa kalau bangsanya beragam.
Orang-orang yang berkedudukan di negara sebagai kepala negara maupun prajanya
barangkali kadung disetir yang bukan bangsanya dan negerinya sehingga seolah
berjalan auto pilot di kalangan
rakyat. “Loh ini gimana to negara wong
rakyat karepnya gini kok malah begitu, woo lha negara auto pilot.” Negara
tetap jalan semaunya oleh mesin pengendali. Yang penting sampai tujuan instan
tertentu tetapi tidak mempedulikan kekhawatiran, kecemasan, kebingungan
rakyatnya.
Memang ada mesin pengendali
seampuh itu? Sudah tidak asing lagi bagi kita, mesin pengendali yang sudah
cukup lama menjadi semacam pembelenggu ini adalah dana sokongan dari berbagai
sumber. Sebut saja IMF yang memberikan pinjaman untuk pembangunan tetapi jangan
lupa mereka juga mencantumkan Memorandum
of Economics Financial Policies yang secara tidak langsung ikut mengatur
kebijakan yang diambil oleh negara. Itu baru satu contoh, padahal ada bermacam
kesepakatan yang lain.
Tulisan bagian kedua dari negara
bangsa ini membagi menjadi beberapa istilah yang sebenarnya beda tetapi selalu
dianggap tidak terlalu penting maknanya. Misalnya istilah negeri dengan pegawai
negeri sipilnya. Apakah tepat di sebut pegawai negeri? Sekolah negeri, apa
tepat disebut negeri? Padahal negeri tidak boleh diintervensi tetapi ia
difasilitasi dan berposisi menjadi yang dilayani oleh negara. Anehnya dan
bercandanya kok ada pejabat negara yang baru jadi tidak dong apa-apa berani
mencak-mencak dihadapan pegawai negeri. Sekolah negeri diatur-atur pakai
kurikulum negara. Ya sudah ke-khasan dan keberagaman ini dipaksakan untuk
disamakan padahal seharusnya persatuan dan kesatuan dalam perbedaan. Peran negara
hanya terletak bagaimana menyelaraskan agar semua kepentingan berjalan tanpa
ada perselisihan. Kalau berbicara lebih
jauh yaitu memudahkan, negara ini perannya membuat rakyat mudah dalam memenuhi
kebutuhan dasar. Misalnya, hasil pertanian
dan kelautan untuk makan rakyat dulu baru sisnya yang dijual. Kalau harga
jual rendah maka negara menjalankan fungsinya untuk membeli dengan harga yang
sesuai.
Negara kadung membuat berbagai
cara alternatif hasilnya tetap sulit tetapi dilain pihak yang katanya negarawan
ada yang tertawa bercanda maka inilah setengah bercanda. Kalau negara mau
bercanda ayo sekalian jangan setengah-setengah, tidak usah pake aturan-aturan
yang sok baik terbuka saja blak-blakan kalau perlu kita tertawakan
bersama-sama. Negeri dan bangsa akan lebih keras menertawakan negara. Saat
negeri dan bangsa sudah mulai bercanda asik sendiri maka mau apa kamu negara?