Langsung ke konten utama

Ada Sosmed


Berbagai aplikasi untuk berinteraksi tidak langsung mulai di kenal luas masyarakat kita sekitar tahun 2003. Dahulu masih berupa aplikasi terbatas untuk mengirim pesan, obrolan atau chatting. Dalam perkembangannya munculah fasilitas-fasilitas baru yang kemudian dikenal dengan chat and share. Pada awalnya memang adanya berbagai fasilitas ini sangat membantu untuk aktivitas tertentu. Saat sudah mulai merambah masyarakat luas dengan diperkenalkannya smartphone dunia sosmed menjadi bentuk gaya hidup baru.
Tidak dipungkiri sosial media memang sangat membantu kita dalam menjalin hubungan apalagi pelaku bisnis saat ini. Transaksi elektronik memang lebih diminati karena dirasa lebih praktis, mudah, dan menghemat biaya. Saat ini pun uang elektronik lebih diminati. Namun tidak jarang juga peluang-peluang terjadinya tindak penipuan marak terjadi.
Akhir-akhir ini yang banyak kita temui adalah bentuk penyalahgunaan sosial media berkaitan dengan konten. Entah berbentuk penghinaan, perang status, dan membongkar rahasia pihak-pihak tertentu. Tentu ini keadaan yang memprihatinkan bahwa masyarakat kita yang termasuk menjadi pengguna sosial media terbesar di dunia tetapi kebermanfaatannya kurang. Adanya smartphone dan sosial media ini ada sisi buruknya yaitu seolah membuat setiap orang bisa  bebas mengekspresikan apa yang mereka rasakan. Dampak secara langsungnya bisa dikatakan mendidik pecundang secara massal. Bahwa terlihat bisa berbicara banyak dan reaktif berkomentar ketika dengan akun sosial media tetapi kemampuan sosialisasi secara langsungnya lemah.
Akibat lain yang ditimbulkan sosmed yaitu malah adanya ancaman anti sosial bahkan disintegrasi sosial. Perbedaan pendapat dan percekcokan sering terjadi di time line akun sosial media kita. Mengkritik bahkan mencela bebas dilakukan dengan chat atau berbagai melalui status. Hal ini jelas bukan tujuan adanya sosial media. Sosmed itu tidak lain agar kita bisa bersosialisasi dengan siapa saja tidak terbatas jarak dan waktu tetapi tanpa adanya kontrol diri malah berakibat sebaliknya. Tidak jarang juga hanya karena masalah tidak dibalas chattingnya atau tersingung dengan status berbuntut panjang. Ketika merasa tidak senang dengan pihak tertentu langsung dengan terang-terangan menuliskan dan membaginya.
Hal yang kadang dianggap biasa yaitu memblokir atau menghapus akun seseorang karena peristiwa tertentu. Bukankah ini sama saja bentuk memutus silaturahim. Padahal perbuatan seperti ini dalam kehidupan sangat tidak dibenarkan. Kejadian-kejadian tersebut  sebenarnya bisa dikatakan bentuk wabah baru yaitu eksistensi yang berlebihan sehingga memiliki percaya diri tidak terkendali. Lambat laun akan merasa dirinya menjadi paling baik dan paling benar.
Sosial media merupakan fasilitas yang sangat baik jika digunakan dengan bijak. Kembalikan fungsinya yang memang digunakan untuk bersosialisasi dengan tidak mengganggu dan membuat tidak nyaman pihak lain. Kita juga harus paham bahwa manusia tetaplah membutuhkan bersosialisasi langsung. Interaksi secara langsung dapat melatih kepekaan kita dengan bisa membaca ekspresi seseorang. Merasakan dengan nyata apa yang sedang dialami. Bukan sekedar melihat foto yang barangkali sudah melewati meja pengeditan. Atau berbagi ekspresi dengan emoticon yang tidak sepenuhnya benar. Misal , dalam chat ekspresi tertawa tetapi sebenarnya tidak sedang tertawa. Sosmed tetap baik dan penting tetapi jangan terjebak pada dunia kepalsuan.



Postingan populer dari blog ini

Ngelmu dan Ilmu

Ngelmu dan ilmu dalam sudut pandang masyarakat jawa memiliki perbedaan yang mendasar. Walaupun dalam keseharian kita memahami keduanya menujuk pada makna yang sama. Ngelmu terkadang dipandang sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan ilmu. Barangkali belum banyak yang memahami mengenai istilah ngelmu atau malah salah paham dengan istilah tersebut. Beberapa pendapat ahli juga menyatakan ngelmu adalah hasil gubahan pengaruh Bahasa Arab yang sama bermakna ilmu karena di Jawa sebelumnya menggunakan istilah kawruh . Hal ini berkaitan dengan tata bahasa jawa baru tetapi ngelmu dan ilmu akan saya coba kupas denga sudut pandang jawa yang lain. Sekitar satu tahun yang lalu teman kuliah sekaligus rekan diskusi saya pernah bercerita hal yang tidak biasa. Namanya Sarwono. Semenjak saya mengenalnya memang orang yang nuwani dalam bertutur dan bertingkah laku. Suatu malam saat kami ngopi bersama sambil diskusi ia menanyakan tentang permasalahan pendidikan yang

Nasihat Pendidikan Orang Jawa

    Sekarang ini teori-teori pendidikan dapat dengan mudah kita cari. Media cetak tidak terbatas bahkan jika berbicara media elekronik dengan pointer, sentuhan jari, dan isyarat kata saja puluhan bahkan ribuan susunan kalimat dari para ahli dapat kita baca. Sebut saja Ki Hadjar Dewantara, putera bangsa perintis pendidikan Indonesia dengan teori trikon (kontinyu, konvergen, konsentris) yang sangat visioner. Nama-nama pencentus pendidikan revolusioner seperti John Dewey, Freire, Michael Fullan yang notabene bukan orang pribumi tetapi teorinya menjadi rujukan di Indonesia. Fakta yang cukup mengagetkan adalah kita lebih senang mengadopsi pandangan atau paham-paham pendidikan yang sumbernya malah bukan dari bangsa sendiri. Memang sah – sah saja apabila kita berbicara dan berusaha menerapkan teori yang berasal dari praktisi pendidikan asing dalam dunia pendidikan kita. Akan tetapi sebagai orang Indonesia, bukankah lebih sesuai dengan hasil pemikiran bangsa sendiri. Kalaupun mengamb