Ini adalah sebuah kisah klasik kami
yang berlangsung di masa depan. Pria-pria selo seperjuangan menggapai impian. Ada bentuk klasiknya cara orang berbincang masa lalu dengan gaya berbeda, melalui media sosial berbasis teknologi
gadget dan internet di masa kini. Saya pikir isi obrolan pun akan tetap sama
hanya tema saja yang akan menyesuikan pada zamannya. Mulai dari sekedar
bercanda dengan lelucon-lelucon konyol cerita masa lalu antar teman sampai yang
ter-up to date. Misalnya membicarakan
teman yang jadi juragan batu akik, dan seolah-olah kita semua menjadi terbius kedhasyatan
batu bacan yang sering di gembor-gemborkan teman kami. Dan kami membayangkan
kesehariannya mengamati setiap batu adalah aset yang jika digosok dengan
perioda dan tekanan tertentu akan menghasilkan batu berkualitas. Teman saya
mungkin dahulu benci dengan hukum fisika Newton yaitu bagaimana suatu gaya
mempengaruhi benda tetapi dengan telaten ia sekarang menerapkan pada setiap
batu-batu temuannya. Luar biasa...
Pembicaraan lain pun muncul lagi,
tentang teman kami sebut saja M(awar). Mawar yang bercita-cita setelah
menamatkan kuliahnya dengan gelar sarjana berencana melanjutkan studi. Walaupun
dipengaruhi secara membabi-buta oleh rekan-rekan se-timnya dalam dunia gangster kampus untuk segera menikah. “Tetapi
orang hidup itu punya pilihan keulesss”, katanya dalam sebuah wawancara
eksklusif dengan wartawan di sebuah grup chatting.
Mawar dengan gaya kenes rodo ethesnya
memraktikan bahasa alay keules. Dalam bentuk aslinya mungkin seperti alay yang
pantatnya tersundut rokok sambil miring-miring. Ahh tapi itu hanya khayalan
ngawur saya yang kebetulan pagi ini nulis sambil (tidak) sengaja lihat alay
joget-joget di suatu acara live
musik. Keinginan kuat rekan saya itu patut mendaptkan apresiasi sehingga kami
pun bersepakat bahwa kecintaan terhadap Mawar kami dedikasikan dalam bentuk fans group. Haha..
Kami pun di perkenalkan dengan
Robert Patinson yang cungkring dan Chris Hamswort yang badanya oke. Ya itupun
tak luput dari candaan bahwa kita pun memiliki teman bernama Robert Patinsron
seorang pria berperawakan kurus cenderung ceking dengan muka sedikit ganteng. Ia
seorang tokoh pemuda dari distrik nangsri jauh berada dari pusat Kota
Jogjakarta. Saking jauhnya sampai ketika waktu dia kuliah dahulu tetangganya
selalu berkata, “eh Patinsron mangkat
neng kutho”. Ya begitulah gambaran orang desa yang selalu berbangga dengan
SDMnya yang berani mengadu nasib di kota. Hmmm sadisss...
Satu lagi Chris Hamswort aktor
muda asal aussie ini identik dengan teman kami Chris Tongswort. Mungkin anda
malah teringat pada traditional chinese
medicine sejenis klinik Tong Fang. Jangan sesatkan pikiran anda karena saya
sedang berusaha mengulas bagaimana tokoh Tongswort ini dalam kesehariaannya. Beliau
tergolong orang dengan tubuh lebih bernasib sangat baik dibandingkan Patinsron.
Wajahnya nampak lebih maskulin dan dikagumi oleh perempuan-perempuan kota
seusianya. Ia pun lebih bisa distandarkan sebagai gaya hidup orang kota masa
kini. Jika orang-orang distrik nangsri memergokinya laksana memandang manusia
dari dimensi yang berlainan. Terjadi sebuah paradoks sudut pandang dan
Patinsron pun akan tersingkir dari kekaguman warga distriknya selama ini. Di satu
sisi juga terjadi ambivalensi pada diri Tongswort. Dimana ia memimpikan sebuah
lingkungan yang berkutat dengan aktivitas modern tetapi tak dinyana
mempertemukannya dengan sosok Patinsron yang begitu lugu. Hatinya pun kadang
bergejolak disatu pihak ia ingin membela kaum lemah seperti Patinsron dan
rekan-rekannya namun ia pun perlu memposisikan diri sebagai orang yang lebih
beradab. Welehhhh...
Saya pun lupa bagaimana awal
mulanya dan akan seperti apa akhirnya. Hanya saja obrolan dalam bentuk sosial
media ini ternyata memang mendekatkan saat kita jauh. Cerita-cerita seperti
betapa selo-nya waktu mereka dan dimanfaatkan untuk mengedit foto kemudian kita
tertawakan bersama-sama. Atau beberapa teman kami yang takut pada pacarnya
sehingga harus meng-uninstall medsos
yang kami gunakan untuk ngobrol sebelum kencan, mungkinkah kelak ia menjadi
korban rekasane duwe bojo galak. Entahlah...
Cerita berkepanjangan konflik 2 wilayah kost-kostan gang pisces dan nitikan
akibat perbedaan mahzab bahwa kamar mandi airnya harus disaring dengan kaos
kaki atau satunya kekeh dengan kamar mandi tak harus beratap. Hmmm lebih rumit dari kisruh parpol..
Lain lagi dengan perdebatan alot
dan berlangsung sengit masalah keamanan dan kebanjiran. Tetapi sungguh
mengenaskan korbannya adalah teman kami yang sering numpang-numpang di kost
kedua kubu. Ibarat pribahasa gajah bertarung sama gajah pelanduk mati di
terengah-engah. Dahulu napasnya terengah dengan sepeda harakirinya, namu sebuah
keberuntungan berpihak ia pun mampu membeli sepeda motor asli paprikan Jepang. Sebuah
kemajuan yang meruntuhkan semangat saya saat itu dengan membentuk komunitas
sepeda, namun apa daya sang raja sepeda sudah beralih bermotor. Lah dalah ternyata harga BBM sekarang tidak jelas. Akankah teman kami berniat kembali ke masa lalunya atau berniat membeli kuda sekaligus andhongnya. Nantikan saja...
Berbeda lagi kisah yang terjadi pada teman kami yang hobi tidur sebut saja John. Tak dinyana ia adalah seorang instruktur kawakan di dunia kepanduan. Terkadang di kalangan kami masih meragukan dengan apa yang diajarkan oleh John kepada anak didiknya. Tetapi mungkin tidur adalah jalan terbaik bagi pemipin masa depan dibawah didikan John Gundul. Bangsa ini sudah terlampau lelah dan perlu diajarkan tidur sejenak untuk menyusun mimpi baru dan terbangun dengan jiwa baru, atau malah mak lerr lagi. Duhhhh...
Berbeda lagi kisah yang terjadi pada teman kami yang hobi tidur sebut saja John. Tak dinyana ia adalah seorang instruktur kawakan di dunia kepanduan. Terkadang di kalangan kami masih meragukan dengan apa yang diajarkan oleh John kepada anak didiknya. Tetapi mungkin tidur adalah jalan terbaik bagi pemipin masa depan dibawah didikan John Gundul. Bangsa ini sudah terlampau lelah dan perlu diajarkan tidur sejenak untuk menyusun mimpi baru dan terbangun dengan jiwa baru, atau malah mak lerr lagi. Duhhhh...
Saya tak mungkin menuliskannya
satu per satu karena begitu banyak kisah klasik ini. Kami masih punya teman
yang begitu visioner, seorang pembelajar elmu kuno, cerita kesan dan uang saku
5000, serta cita-cita seorang dukun. Tujuan saya menuliskan ini tidak ada
kaitannya dengan maksud apapun atau menghina pihak manapun. Saya hanya berusaha
mengambil sisi positif dari sebuh pola komunikasi di masa sekarang. Era komunikasi
tidak langsung namun kami tetap mempertahankan bagimana tradisi rembug untuk
saling bertegur sapa langsung. Kami bercanda karena kedekatan kami yang sangat
nyata sebagai keluarga dan jika teman-teman menceritakan tentang saya pun
barangkali akan lebih nyata interaksi yang kita bangun.
Ini bukan gambaran teori sosial
baru semacam postmodernisme atau bentuk masyarakat pasca industri. Yang mulai
akrab dengan teknologi kemudian ia jenuh dan mencari-cari kebahagiaan dengan
melihat siaran-siaran motivasi, lawakan-lawakan tak berisi, dan cerita-certia
drama yang begitu mengada-ada. Tetapi modern adalah bagimana cara pandang
tentang keseimbangan hidup. Tak ubahnya dalam teori atom yang merupakan
partikel materi terkecil zat dimana terdapat proton(+) dan neutron sebagai inti
dikelilingi dengan kecepatan elektron (-) tertentu sehingga membentuk kekhasan
sifat benda. Neutron adalah sosok netral yang membuat kesetabilan diantaranya. Disanalah diversity yang
merupakan kodrat pemberian Tuhan perbedaan yang bergerak dinamis sehingga
membentuk suatu tatanan-tatanan dalam kehidupan. Tinggal bagaimana kita
menyadari sehingga mampu menikmati dan mensyukurinya walaupun sekedar berbagi
kebahagiaan untuk tertawa bersama.
Kalau kita gambarkan dengan
percakapan spongebob, tuan crab, dan squiward tentacles. Spongebob berkata “aku
hanya ingin bermain”, Tuan Crab menyahut “aku hanya ingin uang”, dan Squidward
Tentacles menyahut dengan wajah datarnya dan sesuatu tak pantas menggantung di
wajahnya “aku benci kalian berdua”. Lalu spongebob dan tuan crab tertawa
bersama, diikuti patrick star, shandy, dan plankton di luar sana. Sangat unik
memang tetapi sesederhana itu menyikapi sebuah keadaan maka tak ada yang
tersakiti, pastilah ada benci atau suka untuk mendapatkan cinta. Tetapi kami
lebih memandang kepada benar dan belum benar untuk menemukan cinta. Dengan bercanda
kami sebenarnya sedang sibuk mencari-cari kebenaran. Kami telah menemukan
kebahagiaan karena kebahagiaan tidak perlu kita tunggu dan gapai sampai waktu
tertentu. Persaudaraan dan obrolan kami dalam sosmed sudah cukup membuat
tawa-tawa. Aku chatting maka aku
bahagia...