Langsung ke konten utama

Tukang-Tukang dan Para Teknisi


Gejolak-gejolak yang muncul dari pembicaraan sangat beragam. Semua punya asumsi sendiri, pendapat berbeda, fakta-fakta kontras, dan argumentasi kuat. Analisa semakin hari semakin menajam dari permasalahan-permasalahan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Hingga bertemu pada satu titik utama sumber sebab musabab peristiwa-peristiwa yang tidak karuan imbasnya. Begitulah kurang lebih suara-suara yang sering menghinggapi telinga, merasuki pikir, dan cukup membuat perasaan diantara kita gelisah. Seolah ingin menyerukan bahwa zaman ini sudah tak layak untuk dipertahankan.
Ada seorang laki-laki paruh baya yang pernah berkata kepada saya, “kalau kehidupan di negara bangsa ini ingin baik ya cukup mandiri dan berdikari saja, tapi syaratnya harus taubat dahulu.” Keadaan negara bangsa ini memang sedang carut marutnya. Butuh sebuah solusi jangka panjang untuk berbenah. Bukan terus berpikir pendek yang berbau kepentingan-kepentingan sesaat apalagi kesepakatan-kesepakatan golongan tertentu. Tanpa disadari rakyat saat ini sedang bergerak sendiri sementara negara sudah tidak mampu berbuat banyak. Tawaran-tawaran solusi melalui berbagai kebijakan dan aturan tidak begitu berdampak positif pada tata kehidupan negara bangsa yang luas. Malah yang terjadi sebaliknya, setiap keputusan untuk menyelesaikan masalah seolah membuka pintu untuk masalah-masalah yang baru. Kejadian-kejadian yang kita temui sehari-hari selalu berakhir pada sebuah pertanyaan, “apa sebab utama kekacauan berbagai hal yang sedang kita alami?”
Banyak  yang memikirkan dan memiliki kepedulian. Omongan-omongan pun terkadang menjadi digdaya membius walaupun tanpa tindakan yang meladeni tantangan kejamnya problema-problema ini. Kebimbangan bertindak muncul ketika memandang masalah kompleks di setiap lini kehidupan. Memang pada akhirnya hanya akan bosan dengan segala hal berbau pesimis yang menyebar cepat. Hanya saja pesimis menjadi candu yang sudah kadung cocok kita konsumsi sebab adanya penderitaan yang berlarut.
         Berdengung pula suara-suara generasi emas pada tahun sekian dan dekade sekian yang tak ubahnya hanya bumbu-bumbu penyedap popularitas pihak tertentu. Sebuah kebobrokan sistem apa bisa menghasilkan keteraturan. Kegelapan mana yang menghasilkan sebuah cahaya keemasan? Rasanya benar kalau bentuk taubat sistem yang dibangun itu harus ada. Seharusnya kita bukan lagi berpikir terus-menerus pada kepentingan bumi saja yang hanya semakin membebani diri untuk menggapai titian langit. Penawar racun dan virus saat ini sangat penting adanya, dengan menanam software-software kesejatian hidup mengenai tujuan awal akhir kehidupan dalam akal sehat dan hati nurani seluruh elemen bangsa. Generasi kali ini tepatnya dipersiapkan seperti tukang-tukang dan teknisi yang terus membenahi, mendandani, mengganti, dan menginstal software-software baru segala yang telah terinfeksi virus keblingeran masal.

Postingan populer dari blog ini

Ngelmu dan Ilmu

Ngelmu dan ilmu dalam sudut pandang masyarakat jawa memiliki perbedaan yang mendasar. Walaupun dalam keseharian kita memahami keduanya menujuk pada makna yang sama. Ngelmu terkadang dipandang sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan ilmu. Barangkali belum banyak yang memahami mengenai istilah ngelmu atau malah salah paham dengan istilah tersebut. Beberapa pendapat ahli juga menyatakan ngelmu adalah hasil gubahan pengaruh Bahasa Arab yang sama bermakna ilmu karena di Jawa sebelumnya menggunakan istilah kawruh . Hal ini berkaitan dengan tata bahasa jawa baru tetapi ngelmu dan ilmu akan saya coba kupas denga sudut pandang jawa yang lain. Sekitar satu tahun yang lalu teman kuliah sekaligus rekan diskusi saya pernah bercerita hal yang tidak biasa. Namanya Sarwono. Semenjak saya mengenalnya memang orang yang nuwani dalam bertutur dan bertingkah laku. Suatu malam saat kami ngopi bersama sambil diskusi ia menanyakan tentang permasalahan pendidikan yang

Nasihat Pendidikan Orang Jawa

    Sekarang ini teori-teori pendidikan dapat dengan mudah kita cari. Media cetak tidak terbatas bahkan jika berbicara media elekronik dengan pointer, sentuhan jari, dan isyarat kata saja puluhan bahkan ribuan susunan kalimat dari para ahli dapat kita baca. Sebut saja Ki Hadjar Dewantara, putera bangsa perintis pendidikan Indonesia dengan teori trikon (kontinyu, konvergen, konsentris) yang sangat visioner. Nama-nama pencentus pendidikan revolusioner seperti John Dewey, Freire, Michael Fullan yang notabene bukan orang pribumi tetapi teorinya menjadi rujukan di Indonesia. Fakta yang cukup mengagetkan adalah kita lebih senang mengadopsi pandangan atau paham-paham pendidikan yang sumbernya malah bukan dari bangsa sendiri. Memang sah – sah saja apabila kita berbicara dan berusaha menerapkan teori yang berasal dari praktisi pendidikan asing dalam dunia pendidikan kita. Akan tetapi sebagai orang Indonesia, bukankah lebih sesuai dengan hasil pemikiran bangsa sendiri. Kalaupun mengamb