Langsung ke konten utama

Warga Negara Internet?


Internet ini dunia semu, wilayah maya, atau bisa juga disebut dimensi arupadhatu. Dalam artian sederhana bahwa disana merupakan ruang global yang tidak nyata tetapi menghubungkan milyaran manusia tanpa ada batasan. Kelemahannya pada bentuk tidak terjadinya kontak langsung. Dalam ilustrasinya ada jaring-jaring khayal yang sangat memungkinkan untuk saling mengakses. Walaupun proteksi-proteksi sengaja diciptkan tetapi pusat dari seluruh server di muka bumi ini jelas akan bisa membongkarnya.
Judul warga negara internet adalah bentuk keseriusan untuk mau menelaah, mengkaji, dan menelusuri khasanah pemahaman terhadap negara itu sendiri. Tidak melulu membicarakan sistem tetapi juga merumuskan fungsi yang sebenarnya. Setidak-tidaknya anda dan saya tahu negara itu apa dan warga negara itu siapa. Karena belakangan ini kita semakin sulit mendapati tinjauan-tinjauan dan pemaknaan yang tepat pada kedua kata tersebut.
Kita hidup pada bentuk jasad yang nyata tampak. Berangkat dari pemahaman perilaku manusia yang didasari atas kebutuhan jasad, jiwa, dan ruhaninya maka terbentuklah kelompok yang dalam perkembangannya disebut dengan istilah negara. Kelompok-kelompok masyarakat dalam lingkup tertentu merupakan asal muasal dari sebuah negara. Ketika menjadi sebuah negara terjadi sebuah perubahan ruang lingkup yang sangat mempengaruhi hubungan kemasyarakatan. Mau tidak mau negara itu menjadi sebuah batasan tersendiri kemudian pola hubungan pun berkembang menjadi arah diplomasi kepentingan. Dari kepentingan ekonomi hingga pertahanan dan keamanan. Skat-skat antar negara menjadi semakin jelas yang menghasilkan kesepakatan wilayah teritorial. Tidak dipungkiri konflik dan gesekan menjadi hal lumrah akibat keinginan untuk memperluas wilayah atau merasa terancam dengan suatu kebjakan yang dibuat oleh negara lain.
Pada  kenyataan yang lain batasan memicu timbulnya keinginan untuk saling mengetahui antar negara. Terjadilah persaingan dalam berbagai bidang dan apabila komunikasinya tidak berjalan baik bisa saja berdampak ke arah konfrontasi. Bersitegang kedua belah pihak atau sebut saja “perang” bukan lagi senjata nyata yang tergenggam dikendalikan secara manual, di wilayah tidak nyata ini persaingan berujung pada bentuk cybernetics war. Inilah keanehan dunia nyata yang kita kenal dengan globalisasi dimana gap antar negara yang pada mulanya diperketat lambat laun diperlemah sendiri  dengan berbagai teknologi utamanya dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Negara-negara berusaha saling menaklukkan bersaing dalam hal kecanggihan dan kemampuan jangkauan wilayah akses untuk saling membongkar rahasia-rahasia.
Di perang dunia ke-II, ketika perlawanan amunisi dan pasukan tempur semakin sulit dilakukan munculah gagasan penaklukan dengan cara lain. Sekutu mencoba mempergunakan ilmuwan komputer, tidak saja dalam menciptakan senjata mutakhir tetapi juga berperan dalam memecahkan kode-kode rahasia di pihak musuh. Sebut saja peretasan terhadap enigma kode milik nazi yang konon menjadi awal mula kekalahan Blok Jerman. Walaupun memang saat itu belum dikenal internet tetapi mulai ada usaha memasuki kode rahasia, kalau diasumsikan dalam dunia internet saat ini dikenal dengan cyber crime. Kejahatan cracker untuk membongkar proteksi account maupun data yang tersimpan dalam brangkas data base internet.
Wilayah tidak nyata ini begitu bermanfaat namun di sisi lain sangat berbahaya. Bisa jadi dengan internet sebenarnya ada usaha-usaha bentuk penjajahan tetapi pihak yang bersangkutan tidak sadar sedang terjajah. Karena dengan kemudahan akses mudah saja untuk sengaja disertakan pemahaman-pemahaman yang mempengaruhi pola pemikiran dan tingkah laku. Penjajahan klasik beberbentuk perang dan kekejaman fisik, sehingga perlawanannya pun berbentuk revolusi fisik. Akan tetapi penjajahan modern dengan teknologi ancamannya adalah psikis, mental, dan karakter. Jika belum memasang software-software penyaringnya dalam diri maka dengan mudah terhasut dan terpengaruh. Hal yang mengkhawatirkan entah baik maupun buruk akan tercampur menjadi bahan konsumsi batin kita.
Apabila internet dibandingkan dengan gambaran dunia nyata begitu jelas ketika kita menyoal sebuah status identitas pribadi dalam lingkungan hubungan antar manusia. Persoalan paling sederhana adalah pengenal kita sebagai negara tertentu. Pengenal ini bukan sekedar tanda dengan kertas berfoto atau data tertulis yang mulai tercatat sejak lahir. Tetapi tanda menjadi bagian suatu kelompok yang mendapat fasilitas sama dan memiliki aturan yang setara. Akses kepada hak dan kewajiban itulah maksud adanya tanda. Negara punya akses kepada setiap warga negara yang diberi tanda tersebut. Alangkah menggelikan fakta menunjukkan peristiwa sebaliknya. Kita punya tanda tetapi masih harus mengakses negara sebagai pusat server. Bukankah seharusnya pusat server itu menyediakan apa yang kita minta karena kita sudah terdaftar. Bahkan seharusnya seperti dalam dunia maya, gelandangan dan anak terlantar internet (baca: tanpa identitas account tertentu) tetap bisa ikut mengakses yang ia inginkan.
Dua gambaran itu menjelaskan ilustrasi sederhana dunia-dunia yang sedang kita jelajahi. Sesekali tanyakan pada diri sendiri, sebenarnya di kedua wilayah nyata dan semu itu dimana merasa lebih diakui dengan identitas jelas. Jadi, warga negara mana anda ini?
Sebagai sesama pengguna internet, sebagian besar dari kita tentu mempunyai akun yang dalam perkembangannya sudah terintegrasi. Istilahnya one account for all. Dan identitas tersebut tak perlu dicetak sehingga memenuhi dompet-dompet anda. Di negara nyata anda apakah one identity card for all? Atau jangan-jangan malah kebanyakan kartu tetapi tidak jelas tujuannya.
Negara dalam dunia nyata sekarang ini menggunakan internet guna memudahkan segala keperluannya. Dan kontradiksinya internet yang luas ini malah tidak membutuhkan sistem negara, walaupun segala aktivitas transaksi terjadi, termasuk adanya grup-grup, komunitas, dan kelompok-kelompok ada di dalamnya. Jika aktivitas itu dikatakan sebagai warga negara internet, ternyata penduduk internet lebih bisa berdamai masuk dalam tatanan wilayah host disertai negara bagian domain masing-masing.  Negara internet adalah negara yang tak pernah meminta anda untuk paham ini dan itu. Sampai-sampai sekian tahun anda berselancar di dunia tak nyata ini barangkali belum juga memahami maksud http, https, html, url, www, maupun ftp yang sering melintas di layar-layar anda. Timbul pertanyaan lain apakah di negara dunia nyata sebearnya kita juga tidak paham juga dengan istilah-istilah sebagai dasar-dasar komponen suatu negara. Atau belum juga mengerti bagaimana beretika dengan wilayah jangkuan bermasyarkatnya. Jawabannya ada di dalam hati masing-masing. Sekali lagi, warga negara mana anda ini? 

Postingan populer dari blog ini

Ngelmu dan Ilmu

Ngelmu dan ilmu dalam sudut pandang masyarakat jawa memiliki perbedaan yang mendasar. Walaupun dalam keseharian kita memahami keduanya menujuk pada makna yang sama. Ngelmu terkadang dipandang sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan ilmu. Barangkali belum banyak yang memahami mengenai istilah ngelmu atau malah salah paham dengan istilah tersebut. Beberapa pendapat ahli juga menyatakan ngelmu adalah hasil gubahan pengaruh Bahasa Arab yang sama bermakna ilmu karena di Jawa sebelumnya menggunakan istilah kawruh . Hal ini berkaitan dengan tata bahasa jawa baru tetapi ngelmu dan ilmu akan saya coba kupas denga sudut pandang jawa yang lain. Sekitar satu tahun yang lalu teman kuliah sekaligus rekan diskusi saya pernah bercerita hal yang tidak biasa. Namanya Sarwono. Semenjak saya mengenalnya memang orang yang nuwani dalam bertutur dan bertingkah laku. Suatu malam saat kami ngopi bersama sambil diskusi ia menanyakan tentang permasalahan pendidikan yang

Baratayudha Dan Hakikat Hidup

Kisah Baratayudha mungkin tidak asing ditelinga kita namun adakah pelajaran yang kiranya dapat kita ambil dari peristiwa yang melegenda tersebut. Mahakarya itu begitu luar biasa dan pakem-pakem ceritanya ada dalam pementasan wayang kulit. Baratayudha tidak saja diyakini sebagai perang antara kebajikan melawan kemunkaran. Pandawa dari keluarga Pandu perlambang kebajikan dan Kurawa sebagi perlambang kejahatan di muka bumi. Intisari cerita juga penuh gambaran makna bahwa sejatinya perang saling membunuh dan membenci hanyalah mencelakai saudara sendiri sesama makhluk ciptaan-Nya. Pada akhirnya kebajikan pun yang akhirnya menuai kemenangan sejati, yaitu kemenangan bukan untuk menindas maupun menghina tetapi kemenangan yang benar-benar menyadarkan untuk selalu berani dalam berbuat kebaikan. Perang Baratayuda juga mencerminkan ketetapan nasib dan kodrat sudah ditentukan sedari masa lalu, baik yang secara eksplisit ditorehkan dalam kitab Jitabsara maupun yang secara implisit hanya akan di