A.
Pendahuluan
Masyarakat Indonesia bisa dikatakan
sebagai ilmuwan dalam bidang geografi. Dikatakan demikian karena masyarakat
kita sesungguhnya sangat memahami keadaan lingkungannya semenjak masa-masa yang
lalu bahkan mungkin sebelum istilah studi geografi itu sendiri ada. Banyak
bukti-bukti seperti pembagian wilayah, tata ruang, mata pencaharian, mengenali
kontur wilayah bahkan tanda-tanda adanya aktivitas periodik alami dan lain
sebaginya. Geografi memang sebagian besar membicarakan mengenai manusia dan
lingkungan hidupnya. Namun geografi lebih dari sekedar membicarakan nama tempat
dan lokasi-lokasi yang dapat dikenali melalui ordinat tertentu.
Begitu banyaknya cakupan geografi itu
terungkap dari beberapa pendapat salah satunya oleh Getis dan Fellmann.
Geographer focus on the interaction of
people and social groups with their environment, planet Earth and with each
other ; the seek understand how and why physical environment and cultural
spatial patterns envolved through time and continue to change. Because geographer study both the physical
environment and human use of the environment, the are sensitive to th variety
of forces affecting a place and the interaction among them (Getis and
Fellmann, 2008: 4).
Pendapat ini dapat dipahami sebagai sudut
pandang geografi yang kompleks. Para penggiat studi geografi atau dalam
istilahnya dinamakan geografer sejatinya mempelajari hubungan timbal balik
antara individu dan kelompok sosial dengan lingkungan disekitar mereka mencakup
bumi dan bagian-bagian yang lain. Keterkaitan itu guna mencapai pemahaman
bagaimana dan mengapa munculnya karakteristik lingkungan dan pola ruang
kebudayaan yang terjadi dan kemungkinan perubahannya. Maka seorang yang
memahami geografi diharapkan menguasai karakteristik lingkungannya sekaligus
kebijaksanaan dalam pemanfaatannya.
Fakta yang terjadi di Indonesia
berkaitan dengan teori persepsi lingkungan terjadi sebuah lompatan proses yang
membuat geografi kurang bermakna yang berakibat lemahnya pemahaman mengenai
lingkungan. Geografi memang banyak disampaikan dalam kawasan pengkajian secara
formal namun kedepan setidaknya para ahli geografi itu mampu menerjemahkannya
dalam konsep-konsep yang mudah dipahami semua orang. Setidaknya muncul bahwa
masing-masing diri kita adalah ahli geografi untuk kepentingan kecil lingkungan
tinggal dan bumi sebagai ruang kehidupan dengan berbagai aspek yang
mempengaruhinya.
B.
Persepsi
Lingkungan
Ada sebuah perspektif lama mengenai
telaah ruang lingkup geografi. Salah satunya adalah pemahaman mengenai persepsi
lingkungan. Universe dari penelaahan geografi dapat dibagi menjadi tiga buah
kawasan: hakikat dari lingkungan; apa yang kita fikirkan, dan rasakan tentang
lingkungan , dan bagaimana kita berprilaku dalam lingkungan, serta mengubah
lingkungan tersebut (Maman Abdurachman, 1988). Gambaran mental pengalaman
geografis menjadi bagian pemahaman utama untuk menuju dimensi yang dikenal
dengan persepsi lingkungan. Persepsi bisa dikatakan sebagai pusat perhatian
atau focus of interest. Namun cukup
disayangkan persepsi yang kurang mendalam tentang lingkungan berakibat pada
lemahnya perlakuan dan upaya perubahan untuk lingkungan.
Peristiwa yang terjadi menunjukkan
keadaan mengkhawatirkan pada wilayah isu-isu lingkungan hidup. Dalam makalah
ini persepsi terbatas pada pikiran dan perasaan individu terhadap lingkungannya
untuk menggali tindakan dan mengelola perubahan lingkungan.
C.
Keuntungan
Letak Geografis Indonesia
Sering kita jumpai pandangan-pandangan
mengenai letak geografis Indonesia. Hanya saja dalam dunia pendidikan dalam
lingkup pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kurang ada pemaknaan. Ukuran
pemahaman letak geografis masih berkutat pada perihal menghafal ordinat garis
lintang dan bujur, batasan benua dan samudera, serta berkaitan dengan
karakteristik lempeng permukaan. Padahal jika mengaju pada persepsi lingkungan
seharusnya masuk pada wilayah pemikiran dan perasaan yang lebih peka melihat
gejala-gejala tersebut.
Seperti halnya sulitnya memahami
sejatinya negara ini berkonsep maritim atau agraris. Ada anggapan bahwa negara
agraris adalah efek dari era kolonialisme Eropa. Ketika kekuasaan Eropa
berakhir pun negara yang dipandang sebagai dunia ketiga masih menanggung
warisan 4 abad sebelumnya. Penjajahan telah mewariskan struktur politik,
sosial, dan ekonomi hingga waktu dihapuskannya pemerintah penjajahan dan masih
terus dipengaruhi kekuatan imperialisme modern abad 20. Konsep agraris semacam
warisan dari sistem yang pernah dibangun oleh pihak Belanda maupun Inggris yang
sempat memonopoli dengan sistem tanam paksa (cultuurstelsel).
Sehingga agraris semacam tawaran baru yang menggiurkan tetapi sekaligus
melemahkan kemampuan maritim Indonesia. Negara-negara bekas koloni inilah yang
akhirnya menerima akibat berkepanjangan apabila bangsa didalamnya tidak segera
melakukan perubahan.
Indonesia sejatinya masih terus digempur
dan dibombardir dengan berbagai istilah imperialisme abad 20 seperti julukan
negara berkembang. JP Dickenson dan staf Departemen Geografi Universitas
Liverpool dalam buku “Geografi Negara Berkembang” mengungkapkan definisi dunia
ketiga Perancis 1950-1960 sebagai awal pelanggengan kapitalis. Penggolongan
negara berkembang atau dunia ketiga ini akhirnya membuat seolah ada
ketergantungan kepada negara yang memiliki standar lebih baik. Akibatnya kita
pun hanya akan mengikuti pola kapitalis yaitu dari agraris diupayakan ke
industri dan segala bujuk rayu bertajuk modal dan diupayakan agar menjadi
negara konsumtif.
Sebagai bangsa Indonesia sebenarnya ada
hal besar yang harus disadari bahwa negara bangsa ini pada saatnya nanti akan
kembali menjadi pusat peradaban dunia seperti di masa lampau. Pemikiran ini
sudah banyak diungkapkan hanya saja perlu mendapat sentuhan persepsi terhadap
keuntungan letak Indonesia. Nusantara, nusa dan antara atau lautan diantara
gugusan-gugusan kepulauan. Potensi kelautan ini kurang begitu banyak kita
sadari dan gali. Tuhan telah memberikan anugerah yang luar biasa. Kita memiliki
zona laut dangkal yang amat luas di mana zona ini kaya akan ikan dan
tumbuh-tumbuhan laut. Didukung posisi kita berada di khatulistiwa sehingga
memperoleh panas matahari sepanjang tahun. Matahari yang menembus hingga
kedalaman 90 meter membuat fotosintesis dapat berjalan baik. Lautnya kaya
oksigen sehingga plankton tumbuh dengan subur. Ombak yang di dukung angin yang
terus ada sepanjang tahun dan pengaruh pasang purnama. Maka plankton dapat
tersebar merata sehingga lautan Indonesia dikaruniai ikan yang melimpah karena
sumber makanan utama ikan ada di laut Nusantara.
Dan banyak dari kita mungkin belum
menyadari bahwa suatu saat bisa saja makanan utama kita beralih ke hasil laut.
Ya, daratan atau tanah yang terus menerus kita tanami ini memiliki jangka waktu
kesuburan. Tidak selamanya subur apalagi dengan adanya pupuk anorganik dan
pestisida yang merusak tanah. Maka jika hasil pertanian darat sudah tidak
mencukupi kebutuhan manusia di muka bumi, pada saatnya nanti hasil laut yang
sangat potensial. Bahan makanan pokok akan beralih pada hasil kelautan. Perlu
adanya perspektif ini untuk mampu mengelola hasil kelautan. Seringkali karena
keteledoran negara bangsa ini pencurian hasil laut banyak terjadi di ZEE,
sementara nelayan tradisional kita tidak bisa berbuat apa-apa beradu dengan
kapal-kapal besar berbendera asing yang ikut mencari ikan. Secepatnya Indonesia
harus sadar maritim dan kembali seperti kejayaan kerajaan maritim Jenggala,
Majapahit, maupun Sriwijaya di masa yang lampau.
Keajaiban masih dimiliki Indonesia atau
Bumi Nusantara ini. Wilayah negara lain kesuburan tanahnya terbatas bahkan ada
yang tidak subur sama sekali seperti gurun pasir. Tetapi negara kita tanahnya
akan tetap subur. Mengapa? Karena cincin api atau gugusan gunung api selalu
memuntahkan isi perutnya yang akan kembali menyuburkan tanahnya. Belum lagi
jika membicarakan sumber daya mineral, migas, dan berbagai barang tambang. Maka
geografi mengenai persepsi lingkungan perlu disampaikan dalam ruang-ruang
belajar kita.
D.
Kesimpulan
Persepsi lingkungan mengarah pada
pemahaman kita untuk berfikir dan merasakan apa yang ada di lingkungan
kehidupan kita. Kesadaran lingkungan ini diharapkan mampu membuka kesadaran
untuk menjadi bangsa yang percaya diri dalam mewujudkan perubahan untuk dirinya
sendiri.
Daftar
Pustaka
Dickenson,
dkk. Geografi Negara Berkembang (Edisi
Terjemahan). IKIP Semarang Press: Semarang
Getis
getis Fellmann. 2008. Introduction to
geograpy (twelfth edition) The MacGraw hill
companies: Boston
Maman
Abdurachman. 1988. Geografi Perilaku:
Suatu Pengantar Studi tentang Persepsi Lingkungan. Depdikbud Dirjen Dikti: Jakarta
Komentar
Posting Komentar