Langsung ke konten utama

Cegah MTMA Jadi Partai

Singkatan MTMA sepertinya sudah kadung mewarnai hari-hari kita. Acara televisi yang digandrungi kaum muda ini begitu cepat diterima sampai-sampai gaya-gaya khasnnya menjadi trend. Memang sejak maraknya acara-acara bertemakan petualangan di alam tidak pernah sepi penggemar. Tetapi ada yang berbeda dengan hadirnya MTMA di kotak persegi ajaib rumah-rumah kita.
Munculnya beberapa film bergenre petualangan di alam juga mempengaruhi banyak pemirsanya. Seingat saya pendakian gunung itu bukan jenis kegiatan yang familier dan digemari. Hanya saja sejak ada film lokal tentang petualangan di gunung ini, banyak muncul pendaki-pendaki baru yang lagaknya sudah profesional. Padahal itu semua tak lebih dari efek reaksi spontan.
Kita tentu patut bangga dengan anak-anak muda yang belakangan gandrung dengan keindahan alam negaranya. Ditengah terjangan badai alay, cabe-cabean, dan terong-terongan (embuh ya, itu sebenarnya apa?). Mungkin tanpa adanya acara-acara tersebut hal yang mengguggah semangat mereka untuk menjelajah tidak muncul. Anda mungkin sepakat dengan paragaraf ini dimana jargon visit indonesia sudah benar-benar terwujud. Bisnis pariwisata kita menjadi merata dan yang terpenting terjadi perputaran ekonomi di lingkup masyarakat sendiri. Ini salah satu hal baik yang harus terus dipelihara. Terlihat pula dari semakin suksesnya distributor tongsis dan kamera go pro.
Dari paragarf awal tadi kok belum ketemu lagi kalimat partai. Ada apa dengan MTMA dan partai. Sebenarnya ini hanya keresahan pribadi yang belakangan muncul dan kerap menjadi bahan obrolan santai. MTMA memang menjadi sebuah gerakan-gerakan kecil di setiap wilayah untuk membentuk suatu komunitas dengan hobi nge-trip dan nge-adventure atau apapun sebutannya. Mereka pun menunjukkan diri dengan identitas yaitu dengan t-shirt bertuliskan my trip my adventure. Bahkan di online shop, pedagang kaki lima, sampai pusat perbelanjaan kita temui jenis kaos tersebut dengan kualitas yang beragam pula. Dari sablon kelas rubber, digital, atau kualitas dicuci langsung luntur.
Uniknya pecinta kaos tersebut juga datang dari berbagai kalangan. Coba saja ketika anda keluar rumah pasti akan ketemu dengan orang yang menggunakan kaos tersebut. Bisa anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua. Saya pikir ini suatu keberhasilan pasar sekaligus keberhasilan penanaman ideologi nge-trip di semua kalangan. MTMA seolah sudah menjadi aliran baru dalam pribadi-pribadi sehingga muncul kebanggaan dalam dirinya ketika mengenakannya. Mau lagi nge-trip, nge-adventure, atau hanya sekedar di rumah saja identitas MTMA adalah kebesaran jiwa terutama untuk kawula muda.
Tetapi bagi sebagian orang juga akan merasa risih dengan menjamurnya pakaian berdesain sama dengan warna didominasi hitam putih ini. Seperti ketika anda melihat sesuatu yang serupa dan berulang-ulang akhirnya menjadi enggan untuk sekedar meliriknya lagi. Atau tetap melihat dengan perasaan berkecamuk kemudian ngedumel. Sisi-sisi manusiawi menjadi menguntap-untap berbumbu niatan untuk misuh (subjektifitas penulis.. hha). Sebenarnya ada beberapa kriteria: pertama, bagi beberapa orang menyikapi biasa saja; kedua, ada yang menikmati tetapi dengan ironi; ketiga, yang benar-benar sudah kadung alergi melihat identitas tersebut. Atau kecenderungan yang ada di luar kriteria yaitu segera membelinya dan memakai. Nah, anda jadi ikut kriteria yang mana? Silakan introspeksi diri.
Sebenarnya sisi positifnya selain berhasil menggerakkan ekonomi masyarakat ada sisi kekuatan potensial yang tidak disadari. Sebut saja orang-orang yang merasa menjadi bagian besar dari MTMA ini kemudian mewujudkan suatu gerakan maka terjadi sebuah mobilisasi masa sukarela yang luar biasa. Mengalahkan ormas-ormas, organisasi, bahkan partai tersenior di negara ini. Identitas yang sudah berhasil menyatu dengan kehidupan masyarakat dan secara tidak sadar mereka memiliki pemahaman untuk bersama-sama menjunjung tinggi nilai-niai seorang petualang dan penjelajah. Bisa jadi menjadi tonggak awal munculnya sebuah generasi yang paling survive dalam berbagai keadaan termasuk menghadapi globalisme yang segera mampir. MTMA sudah mencapai pada titik global tersebut dengan istilahnya yang menggunakan bahasa internasional. Hal ini menjadi mudah untuk mempengaruhi belahan dunia manapun. Saya pikir Indonesia akan beres dengan hadirnya kelompok MTMA yang begitu mementingkan sebuah identitas dan kesepahaman bersama untuk mewujudkan impiannya. Dimana terdapat fiosofi trip dan adventure.
Maka saya khawatir, jangan-jangan sistem kenegaraan kita ini akan membawa gerakan ini menjadi sebuah partai politik. Kekhawatiran saya ini bukannya tanpa alasan, kita semua tahu partai di negara ini sangat dekat dengan identitas kaos partai. MTMA sudah berhasil masuk pada fase itu. Padahal MTMA sudah cukup baik dengan keadaanya sekarang daripada harus repot-repot ikut percaturan politik. Bayangkan sibuknya pileg, pilkada, bahkan pilpres yang menyita tenaga dan waktu mereka. Sehingga secara tidak langsung sistem partai yang ada sekarang malah mengikis dasar filosofis nge-trip dan nge-adventure mereka. Sekali lagi saya tegaskan MTMA jangan jadi partai! Tetapi malah partai saja yang semestinya belajar kepada MTMA yang mampu menjalankan fungsi pendalaman filosofis, pendidikan, kontrol, dan pemberdayaan masyarakat.
Pada bagian ini saya kiranya akan memberikan masukan kepada para pengkritik MTMA yang seenaknya mengubah dasar filosofis yang sudah matang ini. bukankah kita pernah menjumpai plesetan-plesetan MTMA seperti Mak Deg Mak Tratap, My Crit My Adventure, Mak Crit Mak Plekentung, My Sleep Tidak Teratur, dan lain sebagainya. Sadarlah bahwa dalam mengkritik harus memiliki dasar dan alasan agar tidak kebabalasan. Akan tetapi untuk anggota MTMA ternyata hal-hal tersebut bukanlah masalah besar. Mereka adalah orang-orang yang memang sudah siap hidup di lingkungan demokrasi dimana perbedaan pendapat itu tidak perlu disikapi berlebihan. Orang-orang MTMA yang penting tetap ngetrip dan ngeadventure kemudian berbagi foto selfie sebagi wujud eksistensi. Dan yang berusaha memplesetkan dan menghina tetap dianggap sebagai sedulur MTMA.

My Trip My Adventure ini sebuah fenomena harapan di tengah berbagai polemik yang ada. Ia adalah harapan untuk percaya diri menjadi aku, aku dengan pilihanku. Bukankah semangat itu yang sedang kita cari selama ini. Harapan itu pun dasar untuk semakin kuat lahir kembali ketika hilang pemisah My dan Your untuk menuju pada Our. Terakhir, semoga anda tidak usah mengambil hikmah dari artikel yang seharusnya berjudul my scrip memang ngelantur ini. Sekian. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngelmu dan Ilmu

Ngelmu dan ilmu dalam sudut pandang masyarakat jawa memiliki perbedaan yang mendasar. Walaupun dalam keseharian kita memahami keduanya menujuk pada makna yang sama. Ngelmu terkadang dipandang sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan ilmu. Barangkali belum banyak yang memahami mengenai istilah ngelmu atau malah salah paham dengan istilah tersebut. Beberapa pendapat ahli juga menyatakan ngelmu adalah hasil gubahan pengaruh Bahasa Arab yang sama bermakna ilmu karena di Jawa sebelumnya menggunakan istilah kawruh . Hal ini berkaitan dengan tata bahasa jawa baru tetapi ngelmu dan ilmu akan saya coba kupas denga sudut pandang jawa yang lain. Sekitar satu tahun yang lalu teman kuliah sekaligus rekan diskusi saya pernah bercerita hal yang tidak biasa. Namanya Sarwono. Semenjak saya mengenalnya memang orang yang nuwani dalam bertutur dan bertingkah laku. Suatu malam saat kami ngopi bersama sambil diskusi ia menanyakan tentang permasalahan pendidikan yang

Baratayudha Dan Hakikat Hidup

Kisah Baratayudha mungkin tidak asing ditelinga kita namun adakah pelajaran yang kiranya dapat kita ambil dari peristiwa yang melegenda tersebut. Mahakarya itu begitu luar biasa dan pakem-pakem ceritanya ada dalam pementasan wayang kulit. Baratayudha tidak saja diyakini sebagai perang antara kebajikan melawan kemunkaran. Pandawa dari keluarga Pandu perlambang kebajikan dan Kurawa sebagi perlambang kejahatan di muka bumi. Intisari cerita juga penuh gambaran makna bahwa sejatinya perang saling membunuh dan membenci hanyalah mencelakai saudara sendiri sesama makhluk ciptaan-Nya. Pada akhirnya kebajikan pun yang akhirnya menuai kemenangan sejati, yaitu kemenangan bukan untuk menindas maupun menghina tetapi kemenangan yang benar-benar menyadarkan untuk selalu berani dalam berbuat kebaikan. Perang Baratayuda juga mencerminkan ketetapan nasib dan kodrat sudah ditentukan sedari masa lalu, baik yang secara eksplisit ditorehkan dalam kitab Jitabsara maupun yang secara implisit hanya akan di