Langsung ke konten utama

Kita Lahir Dari Gerakan


Manusia hidup dalam keadaan yang serba dinamis. Pergerakan dan ketidakpastian mewarnai perjalanan panjang peradaban manusia. Arus pergerakan sudah sangat akrab dengan sendi-sendi kehidupan. Ia kekuatan yang mendarah daging, mengalir seiring dengan ketukan denyut nadi. Ia pun tumbuh menjadi jenis-jenis pribadi yang sangat tidak terduga. Di satu sisi berhasil melahirkan keyakinan beserta antitesanya untuk mempertanyakan sehingga tumbuhnya ketidakpastian itu menjadi hal lumrah. Dari sudut pandang yang lain berhasil dibungkus dengan dalil bertenaga magis, berkekuatan daya internal dan muncul pada wilayah-wilayah wahyu, ilham, intuisi, wangsit, wisik. Sampai hari ini beberapa kekuatan itu masih pada taraf kebenaran terbaik tetapi pada kenyataanya juga terjadi ketidakpastian lantaran perilaku yang kaku menafsirkan kekuatan tersebut.
Kita seharusnya bersyukur dilahirkan untuk jadi bagian orang-orang di muka bumi dengan kekuatan internal luar biasa. Tetapi juga jangan terlampau bangga karena kekuatan adalah kelemahan yang terus menerus dibaca dan di uji coba oleh ketidakpastian. Ketidakpastian bisa jadi adalah kanca kelek sekaligus musuh terbesar seperti halnya energi dengan dua kutub. Diri kita yang membenturkan daya positif dan negatifnya sehingga mampu menghasilkan kekuatan potensial untuk lahir dan lahir kembali dari ketidakpastian yang terus menerus hadir. Atau bisa jadi benturan itu memberikan gejolak dan tak mampu untuk kita manifestasikan menjadi nyala kekuatan melainkan malah menuju keterpurukan, kehancuran. Pola pikir dan kekuatan rasa menjadi kunci utama dalam menyikapi segala bentuk hadirnya keadaan tak menentu itu. Bisa saja kita katakan kita punya kekuatan internal yang terbukti menjadi obat ampuh menenangkan diri. Sayangnya hanya berhenti di sana namun ketika harus berhadapan dengan kenyataan maka yang terjadi kekuatan internal itu dipaksakan begitu saja. Ia akhirnya menjadi ruang semu yang sempit.
Muncul sebuah trend polemik dalam gaya agumentasi dan perilaku dengan begitu simbolik serta menggebu-gebu. Akibatnya dia percaya kepada kebenaran tetapi sulit untuk menerima kebenaran yang sedang diperjuangkan oleh orang lain. Apakah tidak pernah terpikir oleh kita atau merasuk dalam sanubari kita untuk kembali kepada totalitas. Totalitas dalam artian makna menyeluruh bahwa sesungguhnya semuanya saling kait-mengkait dan menyatu. Maka kita menjadi sibuk berusaha menghindari pendapat dan penilaian untuk menjadi berat sebelah. Menjadi lentur menerima akan kemungkinan sebuah kompromi. Tanyakan pada diri. Apakah semua persoalan kehidupan harus dicapai dengan kebenaran rasionalisme sendiri tanpa mempertimbangkan kesempatan untuk sedikit berfilsafat spekulatif. Padahal kita tak akan terlepas dari baik-buruk, manfaat-mudharat, suka-tidak suka, cinta-benci dan seterusnya. Atau permasalahan sebenaarnya malah selama ini kita hanya sedang dan terus menerus terjebak pada pemikiran spekulatif untuk mempertahankan ego kepentingan?
Ini barangkali bukan urusan siapa yang benar dan siapa pihak yang salah lagi. Dalam sistem yang sedang kita jalankan ini sebenarnya menghendaki keluwesan dengan lembut dan tenang dalam menimbang-nimbang. Tidak terburu-buru untuk mengambil kesimpulan sebelum mengetahui dasar permasalahan yang seharusnya dicari jalan keluarnya. Sekarang ini kecenderungan yang berkembang malah begitu mengkhawatirkan. Banyak yang ikut-ikutan mumpluk, berbusa-busa, berbuih menghubung-hubungkan setiap tragedi menjadi permasalahan luas dan berbahaya yang seolah-olah mengancam kehidupan manusia.
Manusia yang mengaku memiliki kekuatan internal tetapi takut dengan kekuatan lain yang notabene bukan tandingannya. Daya internal tak ubahnya seperti obat sakit kepala yang buru-buru dicari ketika kepala mulai terasa pening. Tetapi ia tak pernah membawa kekuatan internalnya itu kedalam totalitas. Padahal kalau dibawa efek minimalnya apa-apa yang dikerjakan menjadi terang. Usahanya tidak ruwet dan sekaligus bisa meminimalisir sakit kepala mendadak.
Kemungkinannya sedang terjadi kesalahan memahami kekuatan internal atau malah lebih parah karena tidak tahu kekuatan internal dalam dirinya itu seperti apa. Ya sudah nanti kalau sakit kepala datang, semua dikatakan salah dan malah berani bilang kalau punya obat paling mujarab. Saking ampuhnya maka obat lain tidak boleh dijadikan rujukan. Alternatif lain adalah sesat dan berbahaya, dianggapnya racun perusak. Padahal kerusakan itu muncul di wilayahnya sendiri menggerogoti menimbulkan virus-virus baru yang begitu cepat tersebar untuk berteriak anti dan antipati.

Kita dan kehidupan terus menerus bergerak dari saatu waktu ke waktu yang lain. Dari ruang ke ruang yang berbeda. Dari lapang ke sempit, sempit ke lapang begitu seterusnya. Tak jarang akan menghadapi counter attack kehancuran saat kehilangan kesadaran, tetapi kita mampu bangkit pada momentum yang lain. Pertanyaanya apa yang mesti ditakutkan? Bukankah saya, anda, dan kita percaya punya daya kekuatan, lalu meyakini sepenuhnya tidak ada sesuatu pun yang setara untuk melampauinya. Apakah harus takut pada sebuah gerakan-gerakan biasa yang sudah menjadi makanan jutaan tahun? Selama masih ada hidup dan kehidupan maka disitulah kita berkawan dengan gerakan. Gerakan dengan nama tertentu itu hanya hal sepele yang sudah ada dari berbagai peradaban. Usaha alami yang muncul dari ketidakpastian dan tak terpenuhinya kepuasan. Saya malah berpikir sebaiknya kita bikin gerakan sendiri yang tanpa nama dan tanpa kepentingan melainkan hanya menghasilkan sintesis kesatuan. Cita-citanya lebih luas dari sekedar organisai, partai, negara, dinasti dan imperium. Sederhana saja alasannya, bukankah tanpa gerakan dan usaha penyatuan kita tidak akan lahir dan lahir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngelmu dan Ilmu

Ngelmu dan ilmu dalam sudut pandang masyarakat jawa memiliki perbedaan yang mendasar. Walaupun dalam keseharian kita memahami keduanya menujuk pada makna yang sama. Ngelmu terkadang dipandang sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan ilmu. Barangkali belum banyak yang memahami mengenai istilah ngelmu atau malah salah paham dengan istilah tersebut. Beberapa pendapat ahli juga menyatakan ngelmu adalah hasil gubahan pengaruh Bahasa Arab yang sama bermakna ilmu karena di Jawa sebelumnya menggunakan istilah kawruh . Hal ini berkaitan dengan tata bahasa jawa baru tetapi ngelmu dan ilmu akan saya coba kupas denga sudut pandang jawa yang lain. Sekitar satu tahun yang lalu teman kuliah sekaligus rekan diskusi saya pernah bercerita hal yang tidak biasa. Namanya Sarwono. Semenjak saya mengenalnya memang orang yang nuwani dalam bertutur dan bertingkah laku. Suatu malam saat kami ngopi bersama sambil diskusi ia menanyakan tentang permasalahan pendidikan yang

Baratayudha Dan Hakikat Hidup

Kisah Baratayudha mungkin tidak asing ditelinga kita namun adakah pelajaran yang kiranya dapat kita ambil dari peristiwa yang melegenda tersebut. Mahakarya itu begitu luar biasa dan pakem-pakem ceritanya ada dalam pementasan wayang kulit. Baratayudha tidak saja diyakini sebagai perang antara kebajikan melawan kemunkaran. Pandawa dari keluarga Pandu perlambang kebajikan dan Kurawa sebagi perlambang kejahatan di muka bumi. Intisari cerita juga penuh gambaran makna bahwa sejatinya perang saling membunuh dan membenci hanyalah mencelakai saudara sendiri sesama makhluk ciptaan-Nya. Pada akhirnya kebajikan pun yang akhirnya menuai kemenangan sejati, yaitu kemenangan bukan untuk menindas maupun menghina tetapi kemenangan yang benar-benar menyadarkan untuk selalu berani dalam berbuat kebaikan. Perang Baratayuda juga mencerminkan ketetapan nasib dan kodrat sudah ditentukan sedari masa lalu, baik yang secara eksplisit ditorehkan dalam kitab Jitabsara maupun yang secara implisit hanya akan di