Langsung ke konten utama

Review Film: Captain Fantastic

Sekitar bulan oktober yang lalu saya mendapatkan rekomendasi untuk nonton film ini tapi sungguh sayang baru sempat menikmatinya dua hari yang lalu. Saya sengaja tidak melihat review, trailer, atau bocoran-bocoran lain dari internet supaya lebih menikmati. Oke, hasilnya luar biasa seperti judulnya bahkan saking fantasticnya bisa dinilai cenderung tidak masuk akal. Namanya juga film. Mari ikuti ulasan saya, monkeybob! (julukan yang dibuat oleh Ben untuk anaknya)
   Captain Fantastic adalah film bergenre drama komedi. Film ini rilis sekitar Juli tahun 2016 di Amerika Serikat  dari rumah produksi Electric City Entertainment & ShivHans Picture. Wikipedia menyebutkan bahwa film ide murni Matt Ross, yang sebelumnya telah diputar untuk pertama kalinya dalam Sundance Film Festival di bulan Januari tahun yang sama.
Dibintangi aktor hebat Vigo Mortensen yang mungkin sebagian besar lebih mengenalnya sebagai sosok King Aragorn di trilogi The Lord of The Rings. Vigo berperan sebagai Ben Cash, seorang ayah yang memiliki cara berbeda untuk membesarkan anak-anaknya. Bersama istri dan enam orang anaknya memilih tinggal di tengah hutan Pacific Northwest dengan membeli tanah di sana. Ia meninggalkan kehidupan di kota besar dengan segala atribut kapitalisme Amerika. Ben lebih memilih mendidik anaknya dengan kemampuan bertahan hidup di alam liar dan ajaran-ajaran filosofis. Seolah membawa ide plato dalam kenyataan. Membimbing anak-anak untuk tidak bergantung teknologi dan konsumerisme, ia lebih menekankan kepada kesehatan fisik dan mental bersama alam. Berburu, bercocok tanam, membuat pakaian sendiri, dan mandi di sungai. Layaknya cerita di lagu anak paman datang. Halah..
Anak-anaknya dibiarkan belajar secara natural, Ben pula yang bertindak sebagai guru home-schooled. Usia mereka yang notabene masih muda sudah begitu paham tentang dialektika materialisme dan bill of rights tante rika. Bahkan ayahnya membebaskan untuk minum anggur, membaca nobokov, dan kebiasaan lain yang dianggap tabu, misalnya bertelanjang (kecuali saat makan). Bukan dalam artian kehidupan bohemian tetapi ada nilai kebebasan yang lahir dari belajar segala hal. Dalam kehidupan sehari-hari terkadang ada kekhawatiran untuk mempelajari seuatu karena ada ketakutan salah ilmu atau sesat. Tidak dalam cara Ben mendidik anak, bahwa benturan-benturan antara benar salah yang akan membawa pemahaman, tentu ini dengan sudut pandang seorang Ben. Ia merupakan sosok representatif dari seorang pria multitalenta yang tidak akan banyak ditemui. Ayah tangguh, cerdas, dan penuh kasih sayang itu tergambar dari sikapnya.
Ada pelajaran-pelajaran bagaimana mendidik anak laki-laki dan perempuan. Termasuk hal yang kadang masih menjadi kebingungan diantara kita untuk mengajarkan pendidikan seks kepada anak. Misalnya ketika Ben sedang membahas Lolita sebuah novel karya Vladimir Nabokov tentang pedofil dimana digunakan istilah perkosaan dalam penilaian isi buku. Zaja mendengar istilah baru tersebut maka ia pun bertanya. Ben pun menjelaskan dengan detail dan memang hal tersebut yang harus dilakukan agar rasa ingin tahu anak terpuaskan dan ketika sudah bingung dengan kerumitan istilah biasanya cenderung akan melupakan. Termasuk kebiasaan mandi bersama dalam keluarga adalah cara mengajarkan pendidikan seks sejak dini bahwa lelaki dan perempuan memiliki perbedaan.
Oke kok saya malah jadi sok tahu, baiklah kembali ke plot. Cerita semakin menarik ketika Ben mendapati kabar istrinya meninggal akibat bunuh diri. Leslie yang diperankan oleh Trin Miller mengidap bipolar, istrinya ini hanya sering nongol semacam halusinasi Ben. Di setiap mimpi itu Leslie menegaskan bahwa Ben telah mengambil keputusan yang tepat sebagi seorang ayah, ayah yang fantastik.
Keputusan Ben hidup di alam liar ini tentu bertolak belakang dengan keluarga kaya raya nan glamor ala sang mertua (ayah Leslie). Frank Langela yang sangat membenci gaya hidup hippy Ben seolah menggambarkan ada jurang pemisah yang tidak mungkin dipersatukan lagi. Pesan bagi yang belum kawin harap dikompakkan dulu dengan camer. Sorry ngelantur, lanjut... Padahal di satu sisi menghadiri pemakaman tentu wujud menghormati termasuk melaksanakan pesan terakhir Leslie untuk dikremasi dan abunya di buang di kloset toilet umum (hahak rodok ra mutu iki) serta didendangkan lagu kesayangan Sweet child O’Mine. Saya malah jadi ingat pemakaman ala viking oleh cucu-cucu kesayangan dalam film “what we did on our holiday” kebetulan juga drama keluarga genre komedi yang dibintangi David Tenant dan Rosamund Pike yang ayunya awet, Hariet Turnbull yang imutnya bukan main. Silakan tonton sendiri.
Dengan recreational vehicle mereka sekeluarga nekat untuk menghadiri upacara pemakaman yang sebenarnya sangat dilarang oleh pihak keluarga. Sepanjang perjalanan melintasi amerika diiringi alunan irish/scottish bagpipe music anda akan disuguhkan pelajaran-pelajaran menarik. Istilah ngutil di supermarket yang dikatakan dengan “membebaskan makanan”. Melihat orang-rang dengan kegemukan dengan sebutan gemuk seperti kudanil tetapi buru-buru sang kakak dengan bijak menasihati adiknya. Saat Bodozvan (George McKay) bertemu dengan pemudi halah cewek maksudnya dan membahas hal-hal yang kadang jadi tidak nyambung, sampai jadi nyambung. Belajar relationship goal seperti yang anda bayangkan tapi dengan dialog yang nyleneh. Bertemu polisi dan trik membebaskan diri dari interogasi berbelit dengan hal luar biasa, barangkali anda boleh mencobanya. Haha
Beberapa hal menarik lainnya adalah ketika membandingkan kemampuan seorang anak. Hal semacam kritik bahwa yang sekolahan tidak juga pintar-pintar amat. Malah yang belajar di luar ini dalam menghafal sekaligus mengambil nilai dan membangun perspektif lebih baik. Termasuk upaya Bodozvan yang mendaftar di berbagai universitas terkemuka dan diterima. Ben pada dasarnya mengajarkan kejujuran tetapi hal ini sulit untuk dipahami bagi kehidupan biasa yang menjunjung nilai kesopanan, semacam ada pedoman moral yang berbeda. Termasuk kebiasaan merayakan noam chomsky birthday seperti perayaan natal dengan membagi hadiah. Ada sedikit protes namun hal itu disikapi dengan guyonan yang agak satir dengan istilah kita memilih yang nyata dan dekat ketimbang “dongeng”.
Puncaknya adalah ketika prosesi upacara pemakaman, di dalam gereja Ben dan anak-anaknya hadir dengan pakaian layaknya akan pesta. Mereka dalam misi “membebaskan ibunya” dengan pemakaman seorang buddhist. Di tengah upacara ben naik di mimbar untuk membacakan surat wasiat istrinya, waow barangkali hal tabu dan sangat sensitif kalau di endonesa. Hahak

Secara keseluruhan jadi bentuk gambaran kalau ben ini membuat anak menjadi lebih percaya diri dan lentur menyikapi keadaan. Menonton film ini akan menangkap sosok ben sebagai seorang kapten dimana ia pemegang kendali yang benar sendiri dan sangat dogmatis. Namun, hal idealis itu tidak menganggu karena dikemas menyenangkan. Film ini memiliki sudut pandang yang unik yaitu menyindir dan memuji. Nontonlah dari hasil nyedot, streaming, maupun hak copyleft kawan anda. Hahak bukan salah anda karena terlampau sering film bagus tidak ditayangkan bioskop kita. Salam damai J..

Komentar

  1. apa maknda dari pembakaran jenasah lasley istri ben, dan setiap shoot di adegan itu mereka terlihat senang dan kita tau kematian itu adalah musibah ????????????

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kematian adalah jembatan, perjalanan masih jauh kawan tetap semangat...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngelmu dan Ilmu

Ngelmu dan ilmu dalam sudut pandang masyarakat jawa memiliki perbedaan yang mendasar. Walaupun dalam keseharian kita memahami keduanya menujuk pada makna yang sama. Ngelmu terkadang dipandang sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan ilmu. Barangkali belum banyak yang memahami mengenai istilah ngelmu atau malah salah paham dengan istilah tersebut. Beberapa pendapat ahli juga menyatakan ngelmu adalah hasil gubahan pengaruh Bahasa Arab yang sama bermakna ilmu karena di Jawa sebelumnya menggunakan istilah kawruh . Hal ini berkaitan dengan tata bahasa jawa baru tetapi ngelmu dan ilmu akan saya coba kupas denga sudut pandang jawa yang lain. Sekitar satu tahun yang lalu teman kuliah sekaligus rekan diskusi saya pernah bercerita hal yang tidak biasa. Namanya Sarwono. Semenjak saya mengenalnya memang orang yang nuwani dalam bertutur dan bertingkah laku. Suatu malam saat kami ngopi bersama sambil diskusi ia menanyakan tentang permasalahan pendidikan yang

Baratayudha Dan Hakikat Hidup

Kisah Baratayudha mungkin tidak asing ditelinga kita namun adakah pelajaran yang kiranya dapat kita ambil dari peristiwa yang melegenda tersebut. Mahakarya itu begitu luar biasa dan pakem-pakem ceritanya ada dalam pementasan wayang kulit. Baratayudha tidak saja diyakini sebagai perang antara kebajikan melawan kemunkaran. Pandawa dari keluarga Pandu perlambang kebajikan dan Kurawa sebagi perlambang kejahatan di muka bumi. Intisari cerita juga penuh gambaran makna bahwa sejatinya perang saling membunuh dan membenci hanyalah mencelakai saudara sendiri sesama makhluk ciptaan-Nya. Pada akhirnya kebajikan pun yang akhirnya menuai kemenangan sejati, yaitu kemenangan bukan untuk menindas maupun menghina tetapi kemenangan yang benar-benar menyadarkan untuk selalu berani dalam berbuat kebaikan. Perang Baratayuda juga mencerminkan ketetapan nasib dan kodrat sudah ditentukan sedari masa lalu, baik yang secara eksplisit ditorehkan dalam kitab Jitabsara maupun yang secara implisit hanya akan di