Langsung ke konten utama

Port of Love

Satu lagi film bergenre drama dan ada sisi petualangannya. Namun film ini juga lebih menonjolkan tentang feminism, film apakah itu? Port of love.. Yak, labuan hati karena di setiap labuan punya cerita begitulah judul dan tagline-nya. Dari judulnya saja sudah terlihat dramanya, pastilah gak jauh-jauh dari kisah yang sendu, syahdu, rindu, dan uu uu yang lainnya. Film garapan Lola Amaria Production ini berdurasi 96 menit, Mbak Lola Amaria sepertinya mencurahkan segala kemampuannya merangkap produser dan sutradara. Penulisan Naskah dibantu oleh Titien Wattimena yang juga menggarap genre sama dalam Salawaku. Film ini mencoba mengangkat kisah 3 wanita dengan karakter yang berbeda ditambah permasalahan hidup mereka. Muncul pula 1 peran pria yang terlibat dalam kerumitan tersebut.

Begini ringkasan kisahnya. Film bercerita tentang Bia (Kelly Tandiano), Indi (Nadine Chandrawinata), dan Maria atau kerap disapa Mar (Ully Triani). Tiga wanita cantik ini dipertemukan dengan seorang instruktur selam namanya Mahesa (Ramon Y Tungka).  Genre petualangan memang menjadi tajam dengan hadirnya Nadine dan Ramon Tungka yang mungkin sudah banyak diketahui sebagai sosok adventurer. Ketiga wanita ini walaupaun berbeda dari berbagai hal tetapi memiliki kecintaan yang sama yaitu laut. Mereka bertemu di labuan bajo, Flores, NTT. Salah satu surat kabar nasional menyatakan film ini menjadi bukti nyata kecintaan Mbak Lola Amaria akan Labuan Bajo.

Awal kisah saya lebih melihatnya sebagai film iklan (ups), tentu iklan berkaitan dengan pariwisata dan juga produk apparel yang dikenakan. Untuk iklan pariwisata menurut saya ini menjadi alternatif yang bagus, ayok ramai-ramai dibikin setting semacam ini agar semakin membuka mata akan kekayaan zamrud khatulistiwa. Sebenarnya pada bagian awal dialog yang dibangun kurang begitu menarik, hanya saja ketika ada sindiran tentang resort dan pulau yang dimiliki warga negara asing ini cukup memberi kejutan. Pikir saya langsung, wah boleh juga ini biar agak terperhatikan juga itu pulau-pulau, tidak terpaku pada semboyan “please invest to my country dengan maksud sebenarnya ya beli-beli juga gak papa lah, monggo ambil aja”… ehh

Kembali kepada benang merah. Hubungan ketiga wanita dalam film ini terjadi dari yang tidak saling mengenal, pertemanan, dan menjadi sahabat. Bia merupakan sosok seorang Ibu satu anak yang memiliki kehidupan glamour, Indi gadis petualang sejati yang sebentar lagi akan menikah, sementara Maria pemandu wisata lokal yang diceritakan tidak bisa move on dari pacarnya. Dalam salah satu scene yang dialognya melibatkan mereka bertiga, mengulik alasan su-mo Maria;

Sudah 3 tahun, kenapa tidak cari gantinya sih?
Karena saya belum bisa menemukan yang seperti dia, Kak.
Jadi, menurut kamu Hans itu orang yang terbaik.
Nah, kalau dia yang terbaik. Kenapa putus kamu?
Sejenak Mar terdiam dan menjawab “mungkin buat dia saya bukan yang terbaik, Kak”
Coba anda nonton lah, maka kerumitan perempuan begitu tergambarkan dalam sebuah hubungan. Ada yang begitu tetapi ada juga yang santai dan tipe lekas move away.


Bia, ia juga sedang menghadapi masalah dengan suaminya dan memilih berlibur ke Labuan Bajo untuk kembali menikmati laut setelah 10 tahun lamanya. Ia pergi berlibur dengan meninggalkan anak semata wayang berusia 8 tahun. Indi, program  trip kali ini sebenarnya dipercayakan kepada tunangannya walaupun ia tergolong sudah sering datang ke Labuan Bajo. Sehingga trip kali ini lebih tertata dibandingkan biasanya yang lebih memilih paketan backpacker-an. Tujuan tripnya semacam persiapan sebelum melepas masa lajang. Bia dan Indi bertemu di penginapan yang sama, dari pertemuan tersebut Bia berinisiatif mengajak Indi dalam programnya. Kesepakatan ini akhirnya membawa mereka dalam petualangan bersama, tinggal di atas kapal, menyelam, mendaki, berenang, mampir di pulau komodo, dan menginap di resort. Nah, anda kalau menonton akan ikut merasakan keindahan setting yang terekam kamera.


Mahesa, instruktur diving ini selain berperan banyak dalam kesuksesan trip ia lah semacam sebab musabab kerumitan dalam hubungan tiga wanita tersebut. Kalau mau dipahami secara sederhana ada 3 wanita yang sedang bimbang bertemu dengan lelaki yang membuat mereka terpikat dan terpesona. Mahesa memperlakukan mereka bertiga pun sama, maka bisa anda bayangkan sendiri bagaimana konflik ini tercipta. Menurut saya masuk durasi 30 menit menjelang usai jangan sampai terlewatkan.


Di bagian akhir , saya menangkap nilai-nilai yang khas. Di menit-menit akhir film ini banyak pelajaran. Bia memberi pelajaran bahwa banyak perempuan menjadi sosok yang baik untuk anak-anaknya tetapi belum tentu baik ketika berperan sebagai istri. Sementara Indi ini punya calon suami yang cenderung over protective tetapi di satu sisi ia juga salah memperlakukan dan malah sempat ada main hati dengan Mahesa. Welehh.. Begitupun Maria diam-diam ia juga ada kesan kepada Mahesa. Yasudah anda bisa bayangkan tiga karakter manja, keras, dan tenang ini dalam urusan hati. Sekali lagi nonton lah untuk lebih belajar mengerti, karena wanita ingin dimengerti dan dinafkahi. Huehe..


Pelarian diri dalam menyelesaikan masalah, apakah itu bisa jadi bentuk dan cara orang sekarang dalam alasan nge-tripnya? Jawabannya ada di hati anda masing-masing. Liburan itu katanya bentuk refresh agar pikiran, jiwa, raga segar kembali tetapi dalam film ini kita akan disuguhkan cerita yang dramatis. Oh iya dalam kegiatan trip, Indi sempat hilang dan hal itu ternyata menjadi resolusi konflik diantara mereka yang cukup manis. Kerasnya seorang Indi luluh ketika ia sempat hilang di laut kemudian hanya terpikir satu hal, katanya “kalau aku mati dan hilang di sini, satu hal yang belum sempat aku lakukan yaitu meminta maaf dengan mereka yang kulukai ketika di darat.

Satu lagi, saya pikir ada maksud kilas balik di penghujung film ini tepatnya ketika Maria berlari melintasi dermaga, lalu di labuh lah cincin bertahta H itu ke laut. Maria melompat dan menyelam kemudian mendapati kenyataan sebuah "labuan hati" karena ada yang berlari menyusul, menyelam, dan memeluknya. 

dan kita kan pergi
berlayar menyeberangi samudera
lepas tak bertepi panorama
seluas angan
sebebas alam pikiran yang berkelana
melukis angin
melintasi laut di perjauh
tiada beban hanya kesan yang
tak terungkapkan
dan terlupakan hingga hari hari nanti


Lirik di atas adalah penggalan dari deretan soundtrack yang langsung saya putar berulang-ulang sambil membuat ulasan film ini. Lantunan suara Mondo Gascaro sangat mewakili suasana rasa yang ingin disampaikan dalam Film ini. Butiran Angin dan Labuan Hati satu perpaduan yang nikmat. Pada akhirnya selamat menonton. Cintailah film-film Indonesia…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngelmu dan Ilmu

Ngelmu dan ilmu dalam sudut pandang masyarakat jawa memiliki perbedaan yang mendasar. Walaupun dalam keseharian kita memahami keduanya menujuk pada makna yang sama. Ngelmu terkadang dipandang sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan ilmu. Barangkali belum banyak yang memahami mengenai istilah ngelmu atau malah salah paham dengan istilah tersebut. Beberapa pendapat ahli juga menyatakan ngelmu adalah hasil gubahan pengaruh Bahasa Arab yang sama bermakna ilmu karena di Jawa sebelumnya menggunakan istilah kawruh . Hal ini berkaitan dengan tata bahasa jawa baru tetapi ngelmu dan ilmu akan saya coba kupas denga sudut pandang jawa yang lain. Sekitar satu tahun yang lalu teman kuliah sekaligus rekan diskusi saya pernah bercerita hal yang tidak biasa. Namanya Sarwono. Semenjak saya mengenalnya memang orang yang nuwani dalam bertutur dan bertingkah laku. Suatu malam saat kami ngopi bersama sambil diskusi ia menanyakan tentang permasalahan pendidikan yang

Baratayudha Dan Hakikat Hidup

Kisah Baratayudha mungkin tidak asing ditelinga kita namun adakah pelajaran yang kiranya dapat kita ambil dari peristiwa yang melegenda tersebut. Mahakarya itu begitu luar biasa dan pakem-pakem ceritanya ada dalam pementasan wayang kulit. Baratayudha tidak saja diyakini sebagai perang antara kebajikan melawan kemunkaran. Pandawa dari keluarga Pandu perlambang kebajikan dan Kurawa sebagi perlambang kejahatan di muka bumi. Intisari cerita juga penuh gambaran makna bahwa sejatinya perang saling membunuh dan membenci hanyalah mencelakai saudara sendiri sesama makhluk ciptaan-Nya. Pada akhirnya kebajikan pun yang akhirnya menuai kemenangan sejati, yaitu kemenangan bukan untuk menindas maupun menghina tetapi kemenangan yang benar-benar menyadarkan untuk selalu berani dalam berbuat kebaikan. Perang Baratayuda juga mencerminkan ketetapan nasib dan kodrat sudah ditentukan sedari masa lalu, baik yang secara eksplisit ditorehkan dalam kitab Jitabsara maupun yang secara implisit hanya akan di