Langsung ke konten utama

Masih Geladi Bersih

Geladi itu sesungguhnya upaya untuk menonjolkan betapa lemahnya perwujudan ide-ide, konsep, dan gagasan. Geladi berusaha mewujudkan kejadian yang akan terjadi di dalam relasi peristiwa dan pelakunya. Istilah yang menjadi lebih serius dan formal ketimbang disebut sebagai bentuk berlatih. Sisi kepantasan diutamakan, tidak sembarang tindakan ada geladinya. Ada upacara-upacara besar, kegiatan penting, peringatan hageng, dan prosesi sakral. Walaupun dari kacamata yang luas geladi dialami setiap proses kehidupan. Tapi tidak usah dipertanyakan manusia pertama di bumi melakukan geladi apa, itu terlampau jauh. Cukup berterimakasih saja informasi geladi yang lalu itu masih kita terima dan praktikan sampai hari ini.
Tugas geladi adalah membangun ketertiban sehingga pada waktu tindakan diambil bisa bekerja dengan sebaik-baiknya sesuai koridor yang ditetapkan. Bolehlah kiranya disebut sebagai mitos stimulus yang melahirkan kemantapan walaupun masih jauh kalau diposisikan sebagai tolak ukur dari ketetapan yang hakiki.  Sepertinya malah disebut saja sebagai naluri keraguan karena memelihara keraguan bukanlah hal buruk dalam geladi, sebagaimana ragu selalu membawa pada sandaran keyakinan yang sejati. Asal tidak disebut sebagai mekanisme menghukum, menghakimi, pencari kesalahan.  Mengapa demikian? Sebab berlatih sebagai proses, maka kalaupun masih ditemukan kekurangan itu hal yang bisa diperbaiki dalam rentang skala menuju hasil. Geladi berbicara fungsi, kemampuan untuk memangku dan menyeimbangkan apabila terjadi hal-hal di luar prosedural. Geladi menentukan suksesnya sebuah rancangan pada waktu dipraktikan.
Istilah profesional ataupun punya jam terbang tinggi itu tidak lantas menjamin kesiapan. Pelaku perlu mengenali lingkungan, mengecek pola interaksi, mempelajari alasan, tujuan, dan batasan-batasan. Apakah kesuksesan geladi akan setara dengan kejadian sesungguhnya. Atau , sebagian saja asalkan bisa memenuhi unsur inti. Atau, hanya ada di standar minimal bahkan kurang dari apa yang telah direncanakan. Ada tolak ukur kemajuan atau kemunduran dari titik geladi tersebut.
Geladi juga mengajarkan proses tumbuh dan belajar. Ada istilah geladi kotor kemudian geladi bersih dan puncaknya adalah sesungguhnya pelaksanaan. Masalahnya tidak banyak yang berani mengakui, menerima, sekaligus belajar dari peristiwa geladi. Semua terpaku pada gagal atau berhasil padahal dalam konteks berlatih kegagalan itu hal lumrah dan keberhasilan itu tidak berhukum kekal. Keduanya dinamis silih berganti, agar ada nikmat rasa-pangrasa mensyukuri keberhasilan dan belajar makna dibalik kegagalan. Dalam geladi lebih baik menemukan masalah, daripada menganggap tidak ada masalah apalagi menganggap masalah bisa ditutup dengan masalah lainnya. Mungkin kita sekarang ini baru geladi bersih, dalam konteks bermasyarakat dan bernegara. Jadi ketika ada suatu situasi gawat lalu anda bertanya “Negara kemana ya? Pemerintah kok seperti itu? Bagaimana nasib masyarakat nanti?” Jawab saja sendiri, “oh ini kan baru geladi bersih, mungkin sudah hadir tetapi belum pakai seragam, jadi tidak kelihatan”.
Geladi adalah kebaikan yang berbuah kebaikan. Geladi yang gladen yaitu puncak pembuktian dengan praktik/laku-laku. Sebaiknya saling memberi kenyamanan karena saat ini semua sedang geladi bersih untuk mempersiapkan kehidupan yang sesungguhnya.

Komentar

  1. selamat menjalankan ibadah puasa

    BalasHapus
  2. aku raposo je kang

    BalasHapus
    Balasan
    1. kowe ngopo neng kne mbok ngewangi daden mbokmu kno!

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngelmu dan Ilmu

Ngelmu dan ilmu dalam sudut pandang masyarakat jawa memiliki perbedaan yang mendasar. Walaupun dalam keseharian kita memahami keduanya menujuk pada makna yang sama. Ngelmu terkadang dipandang sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan ilmu. Barangkali belum banyak yang memahami mengenai istilah ngelmu atau malah salah paham dengan istilah tersebut. Beberapa pendapat ahli juga menyatakan ngelmu adalah hasil gubahan pengaruh Bahasa Arab yang sama bermakna ilmu karena di Jawa sebelumnya menggunakan istilah kawruh . Hal ini berkaitan dengan tata bahasa jawa baru tetapi ngelmu dan ilmu akan saya coba kupas denga sudut pandang jawa yang lain. Sekitar satu tahun yang lalu teman kuliah sekaligus rekan diskusi saya pernah bercerita hal yang tidak biasa. Namanya Sarwono. Semenjak saya mengenalnya memang orang yang nuwani dalam bertutur dan bertingkah laku. Suatu malam saat kami ngopi bersama sambil diskusi ia menanyakan tentang permasalahan pendidikan yang

Nasihat Pendidikan Orang Jawa

    Sekarang ini teori-teori pendidikan dapat dengan mudah kita cari. Media cetak tidak terbatas bahkan jika berbicara media elekronik dengan pointer, sentuhan jari, dan isyarat kata saja puluhan bahkan ribuan susunan kalimat dari para ahli dapat kita baca. Sebut saja Ki Hadjar Dewantara, putera bangsa perintis pendidikan Indonesia dengan teori trikon (kontinyu, konvergen, konsentris) yang sangat visioner. Nama-nama pencentus pendidikan revolusioner seperti John Dewey, Freire, Michael Fullan yang notabene bukan orang pribumi tetapi teorinya menjadi rujukan di Indonesia. Fakta yang cukup mengagetkan adalah kita lebih senang mengadopsi pandangan atau paham-paham pendidikan yang sumbernya malah bukan dari bangsa sendiri. Memang sah – sah saja apabila kita berbicara dan berusaha menerapkan teori yang berasal dari praktisi pendidikan asing dalam dunia pendidikan kita. Akan tetapi sebagai orang Indonesia, bukankah lebih sesuai dengan hasil pemikiran bangsa sendiri. Kalaupun mengamb