Langsung ke konten utama

Perlunya Meninjau Ulang Kualitas Riset Pendidikan

Riset pendidikan di zaman ini membutuhkan gudang instrumen yang lebih besar untuk dapat berperan membenahi masalah pendidikan. Sebagai pendidik maupun yang berkompeten di bidang pendidikan arahnya sudah tidak lagi sebatas melakukan penelitian bertajuk eksperimen dan survey. Permasalahan pendidikan yang kompleks menuntut praktisi maupun akademisi untuk bisa mengkombinasikan berbagai pendekatan guna menemukan formulasi terbaik sebagai solusi.
Perguruan tinggi yang diasosiasikan sebagai kamar besar intelektual sudah bukan menjadi rahasia sebagai pelopor riset. Semangat Tri Dharma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat memang harus senantiasa dijadikan pedoman. Sorotan kali ini ditujukan untuk hal-hal berkiatan riset. Penggabungan kementrian riset dan pendidikan tinggi seharusnya bisa semakin meningkatkan fokus dalam mengembangkan penelitian. Program terbaru yang juga hadir di era pemerintahan Presiden Jokowi ini adalah peningkatan subsidi guna pembiayaan riset ke luar negeri. Komitmen pemerintah ini seharusnya didukung dengan program-program kampus sehingga mahasiswa juga termotivasi untuk melakukan praktik penelitian.
Setiap tanggal 2 Mei kita memperingati Hari Pendidikan Nasional. Peringatan hari pendidikan dari tahun ke tahun seharusnya menjadi refleksi sekaligus pemantapan kembali. Perkembangan dalam dunia pendidikan memang sudah terjadi meskipun persoalan juga terus hadir linier dengan tantangan zaman. Perubahan kurikulum yang terkesan cepat dan tidak kunjung menemukan sistem yang sesuai masih begitu terasa. Permasalahan pemerataan pendidikan, tindak kekerasan, dan kualitas moral lulusannya terus saja ditemui. Tindakan, treatmen, dan implementasi program melalui berbagai peraturan perundangan maupun kebijakan publik jika ingin maksimal haruslah memiliki dasar. Akurasinya terhadap koordinat problem pendidikan harus sungguh-sungguh terjadi tidak sekedar rencana jangka pendek.
Berbicara riset pendidikan tentu perguruan tinggi yang memiliki konsentrasi dalam bidang ini memegang peranan penting. Setiap tahunnya berapa sarjana baru dan berapa ribu lainnya menanti di gerbang untuk menempuh pendidikan di universitas. Mahasiswa ilmu pendidikan dan segenap civitas akademika memiliki kriteria yang signifikan dalam menjawab tantangan pendidikan nasional saat ini termasuk memprediksi problematika yang akan datang. Bagi sebagian orang masih menganggap pendidikan hanya terkait dengan keguruan dan sistem sekolah. Sejak pendidikan berpengaruh kepada kehidupan, praktis orientasinya tidak saja hasil belajar melainkan terkait dengan kualifikasi tugas-tugas lain dalam luasnya aspek kemanusiaan. Kebanyakan dari kita memang belum memperhatikan problematika pendidikan terkait kesehatan mental dan fisik, misalnya akibat dari tekanan dalam pendidikan. Keluasan pendidikan bisa meliputi kebijakan, kurikulum, perpustakaan sekolah, teknologi, pendidikan luar sekolah, dan tingkat pendidikan primer keluarga. Ketika sekolah dikatakan sebagai pendidikan formal maka sesungguhnya dunia adalah sekolah terbesar bagi manusia. Dalam mukadimah Ibnu Khaldun dikatakan manusia yang tidak memperoleh pendidikan dari kedua orang tuanya, maka zamanlah yang mendidiknya. Keluasan sudut pandanglah yang akan mampu membaca dan mengidentifikasi berbagai hal termasuk keajegan memperjuangkan pendidikan humanis.
Sudut pandang dan evaluasi pendidikan cara konvensional masih sering dijadikan standar penilaian. Beberapa memang masih menggunakan dalam proses pendidikan tetapi perlu disadari bahwa cara riset yang sudah diterapkan di masa lalu tidak lagi sama menjawab permasalahan hari ini. Walaupun dalam prinsip reliabilitas sebuah hasil riset bisa terus dikembangkan dalam permasalahan yang lain. Tantangan pendidikan selanjutnya adalah paradigma yang masih memisahkan antara ilmu pengetahuan dan agama. Pemahaman ulang tentang sekularisme ini perlu ditegaskan lagi, bahwa sekularisme ini sebenarnya terjadi di dunia pendidikan kita. Dianggapnya belajar ilmu pengetahuan itu bukan bagian dari mengenali kekuasaan serta keagungan Tuhan. The Unity of Knowledge konsep kesatuan ini pernah diusulkan oleh Prof. Syafii Ma’arif tetapi memang masih harus dirumuskan bersama ahli-ahli dalam filsafat pendidikan dan tentunya dukungan hasil riset yang mumpuni. Tidak dipungkiri adanya Kementrian Pendidikan dan Kementrian Agama yang mengelola sistem sekolah berbeda adalah wujud pemisahan yang seharusnya tidak terjadi, jika cita-citanya adalah pembenahan karakter.
Jika berbicara hasil riset pendidikan banyak menunjukkan keberhasilan ketimbang temuan-temuan negatif. Ada peningkatan yang signifikan, entahlah mungkin demi tuntutan di dunia akademisi dan praktisi. Namun, faktanya permasalahan pendidikan kita juga tidak kunjung beres. Belum lama ini melalui program peningkatan mutu pendidikan terekam hasil diberbagai sektor dan standar belum memenuhi kriteria minimal yang ditetapkan. Pekerjaan rumah besar bagi dunia riset pendidikan dengan tantangan dunia digital dan rendahnya tingkat literasi. Kasus plagiasi merupakan salah satu sebab menurunnya kualitas riset pendidikan. Rujukan penelitian terdahulu kadang juga dipahami bukan sebagai pengembangan penelitian melainkan benar-benar meniru langkah serta metodologinya. Mungkinkah riset pendidikan saat ini hanya didasari kepentingan pribadi seperti tuntutan gelar atau kenaikan pangkat dalam profesi, lebih-lebih hal memalukan semacam "proyek".
Riset pendidikan ke depan seharusnya diarahkan dalam bidang-bidang yang menutut perbaikan. Fungsi riset juga menyediakan pembahasan berimbang, membantu bagaimana mengaplikasikan, dan bagaimana membaca dan mengevaluasi proses pendidikan yang terjadi. Puncaknya hasil riset tersebut menjadi sumber acuan dalam perencanaan, perancangan, dan penerapan demi upaya peningkatan kualitas pendidikan nasioanal.

Komentar

  1. perbaikan tampilan blog anda memberikan kenyamanan pada saat membaca

    BalasHapus
  2. Pendidikan afalah kebutuhan yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan. Pemerintah masih belum sungguh-sungguh menerapkan riset" yang dibuat oleh anak bangsa karena pemerintah atau negara lebih melihat dari sudut pandang bisnis, ekonomi, uang dan keuntungan

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngelmu dan Ilmu

Ngelmu dan ilmu dalam sudut pandang masyarakat jawa memiliki perbedaan yang mendasar. Walaupun dalam keseharian kita memahami keduanya menujuk pada makna yang sama. Ngelmu terkadang dipandang sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan ilmu. Barangkali belum banyak yang memahami mengenai istilah ngelmu atau malah salah paham dengan istilah tersebut. Beberapa pendapat ahli juga menyatakan ngelmu adalah hasil gubahan pengaruh Bahasa Arab yang sama bermakna ilmu karena di Jawa sebelumnya menggunakan istilah kawruh . Hal ini berkaitan dengan tata bahasa jawa baru tetapi ngelmu dan ilmu akan saya coba kupas denga sudut pandang jawa yang lain. Sekitar satu tahun yang lalu teman kuliah sekaligus rekan diskusi saya pernah bercerita hal yang tidak biasa. Namanya Sarwono. Semenjak saya mengenalnya memang orang yang nuwani dalam bertutur dan bertingkah laku. Suatu malam saat kami ngopi bersama sambil diskusi ia menanyakan tentang permasalahan pendidikan yang

Nasihat Pendidikan Orang Jawa

    Sekarang ini teori-teori pendidikan dapat dengan mudah kita cari. Media cetak tidak terbatas bahkan jika berbicara media elekronik dengan pointer, sentuhan jari, dan isyarat kata saja puluhan bahkan ribuan susunan kalimat dari para ahli dapat kita baca. Sebut saja Ki Hadjar Dewantara, putera bangsa perintis pendidikan Indonesia dengan teori trikon (kontinyu, konvergen, konsentris) yang sangat visioner. Nama-nama pencentus pendidikan revolusioner seperti John Dewey, Freire, Michael Fullan yang notabene bukan orang pribumi tetapi teorinya menjadi rujukan di Indonesia. Fakta yang cukup mengagetkan adalah kita lebih senang mengadopsi pandangan atau paham-paham pendidikan yang sumbernya malah bukan dari bangsa sendiri. Memang sah – sah saja apabila kita berbicara dan berusaha menerapkan teori yang berasal dari praktisi pendidikan asing dalam dunia pendidikan kita. Akan tetapi sebagai orang Indonesia, bukankah lebih sesuai dengan hasil pemikiran bangsa sendiri. Kalaupun mengamb